Cara Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
Menurut UU No. 12 Tahun 2006
1. Melalui Kelahiran
a. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga
Negara Indonesia
b. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga
Negara asing
c. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara
asing dan ibu WNI
d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi
ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hokum Negara asal ayahnya tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
e. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI
f. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI
g. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui
oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum
anak tersebut berusia 18 ( delapan belas ) tahun atau belum kawin
h. Anak yang lahir di wilayah NRI yang pada waktu lahir tidak jelas status
kewarganegaraan ayah dan ibunya
i. Anak yang baru lahir ditemukan di wilayah NRI selama ayah dan ibunya tidak
diketahui
j. Anak yang lahir di wilayah NRI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
k. Anak yang dilahirkan diluar wilayah NRI dari seorang ayah dan ibu WNI yang
karena ketentuan dari Negara tempat aanak tersebut dilahirkan tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
l. Anak WNI yang lahir diluar perkawinan yang sah, belum berusia 18 ( delapan
belas ) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai WNI
m. Anak WNI yang belum berusia 5 ( lima ) diangkat secara sah sebagai anak oleh
WNA berdasarkan penetapan pengadilan tetaop diakui sebagai WNI
2. Melalui Pengangkatan
a. diangkat sebagai anak oleh WNI
b. pada waktu pengangkatan itu ia belum berumur 5 tahun
c. pengangkatan anak itu memperoleh penetapan pengadilan
3. Melalui Pewarganegaraan
a. telah berusia 18 tahun atau sudah kawin
b. pada waktu pengajuan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah NRI
paling sedikit 5 tahun berturut – turut atau paling singkat 10 tahun tidak
berturut – turut.
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara Pancasila dan UUD 1945
e. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih
f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan RI, tidak menjadi berkewarganegaraan
ganda
g. Mempunyai pekerjaan dan/ atau penghasilan tetap
h. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara
i. Orang asing yang telah berjasa kepada NRI atau karena alas an kepentingan
Negara.
4. Melalui perkawinan
a. warga Negara asing yang kawin secara sah dengan WNI
b. menyampaikan pernyataan menjadi warga Negara di hadapan pejabat
Read More...
HASIL UN 2013/2014
Pengumuman kelulusan Ujian Nasional SMAN 6 Semarang tanggal 20 Mei 2014.
Halaman ini dipersiapkan untuk pengumuman kelulusan siswa SMAN 6 Semarang tahun ajaran 20013/2014. bagi anda siswa atau orangtua atau siapa saja warga sekolah yang ingin tahu tentang , pada saatnya nanti halaman ini akan berganti dengan pengumuman kelulusan
semua ada disini
Sabtu, 29 Maret 2008
Kamis, 27 Maret 2008
Standar Isi
Standar Isi
Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, menetapkan:
Standar Isi
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SD-MI, SDLB, SMP-MTs, SMPLB, SMA-MA, SMALB, SMK-MAK)
Standar Isi Kesetaraan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C. Read More...
Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, menetapkan:
Standar Isi
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SD-MI, SDLB, SMP-MTs, SMPLB, SMA-MA, SMALB, SMK-MAK)
Standar Isi Kesetaraan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C. Read More...
Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan terdiri dari :
Standar Kompetensi Lulusan
Standar Isi
Standar Proses
Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Standar Sarana dan Prasarana
Standar Pengelolaan
Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar Penilaian Pendidikan
Fungsi dan Tujuan Standar
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Read More...
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan terdiri dari :
Standar Kompetensi Lulusan
Standar Isi
Standar Proses
Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Standar Sarana dan Prasarana
Standar Pengelolaan
Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar Penilaian Pendidikan
Fungsi dan Tujuan Standar
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Read More...
Rabu, 26 Maret 2008
Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi
Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Lampiran Permen ini meliputi:
SKL Satuan Pendidikan & Kelompok Mata Pelajaran
SKL Mata Pelajaran SD-MI
SKL Mata Pelajaran SMP-MTs
SKL Mata Pelajaran SMA-MA
SKL Mata Pelajaran PLB ABDE
SKL Mata Pelajaran SMK-MAK
Pelaksanaan SI-SKLPeraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2006 menetapkan tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.Panduan Penyusunan KTSPBuku Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah ini dimaksudkan sebagai pedoman sekolah/madrasah dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, setiap sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dan berpedoman kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Panduan Penyusunan KTSP terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama berupa Panduan Umum dan bagian kedua berupa Model KTSP.Satuan Pendidikan yang telah melakukan uji coba kurikulum 2004 secara menyeluruh diperkirakan mampu secara mandiri mengembangkan kurikulumnya berdasarkan SKL, SI dan Panduan Umum. Untuk itu Panduan Umum diterbitkan lebih dahulu agar memungkinkan satuan pendidikan tersebut, dan juga sekolah/madrasah lain yang mempunyai kemampuan, untuk mengembangkan kurikulum mulai tahun ajaran 2006/2007.Bagian kedua Panduan Penyusunan KTSP akan segera menyusul dan diharapkan akan dapat diterbitkan sebelum tahun ajaran baru 2006/2007. Waktu penyiapan yang lebih lama disebabkan karena banyaknya ragam satuan pendidikan dan model kurikulum yang perlu dikembangkan. Selain dari pada itu, model kurikulum diperlukan bagi satuan pendidik yang saat ini belum mampu mengembangkan kurikulum secara mandiri. Bagi satuan pendidikan ini, mempunyai waktu sampai dengan tiga tahun untuk mengembangkan kurikulumnya, yaitu selambat-lambatnya pada tahun ajaran 2009/2010.Perubahan Permen No 24 Tahun 2006Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Read More...
Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Lampiran Permen ini meliputi:
SKL Satuan Pendidikan & Kelompok Mata Pelajaran
SKL Mata Pelajaran SD-MI
SKL Mata Pelajaran SMP-MTs
SKL Mata Pelajaran SMA-MA
SKL Mata Pelajaran PLB ABDE
SKL Mata Pelajaran SMK-MAK
Pelaksanaan SI-SKLPeraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2006 menetapkan tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.Panduan Penyusunan KTSPBuku Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah ini dimaksudkan sebagai pedoman sekolah/madrasah dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, setiap sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dan berpedoman kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Panduan Penyusunan KTSP terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama berupa Panduan Umum dan bagian kedua berupa Model KTSP.Satuan Pendidikan yang telah melakukan uji coba kurikulum 2004 secara menyeluruh diperkirakan mampu secara mandiri mengembangkan kurikulumnya berdasarkan SKL, SI dan Panduan Umum. Untuk itu Panduan Umum diterbitkan lebih dahulu agar memungkinkan satuan pendidikan tersebut, dan juga sekolah/madrasah lain yang mempunyai kemampuan, untuk mengembangkan kurikulum mulai tahun ajaran 2006/2007.Bagian kedua Panduan Penyusunan KTSP akan segera menyusul dan diharapkan akan dapat diterbitkan sebelum tahun ajaran baru 2006/2007. Waktu penyiapan yang lebih lama disebabkan karena banyaknya ragam satuan pendidikan dan model kurikulum yang perlu dikembangkan. Selain dari pada itu, model kurikulum diperlukan bagi satuan pendidik yang saat ini belum mampu mengembangkan kurikulum secara mandiri. Bagi satuan pendidikan ini, mempunyai waktu sampai dengan tiga tahun untuk mengembangkan kurikulumnya, yaitu selambat-lambatnya pada tahun ajaran 2009/2010.Perubahan Permen No 24 Tahun 2006Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Read More...
GURU PKN HARUS KREATIF DALAM MENGAJAR
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan pendidikan yang memberikan penanaman nilai-nilai dan norma. Oleh karena itu, PKn tidak cukup diajarkan melalui metodologi yang bersifat kognitif saja, tetapi juga metode afektif dan psikomotorik.
Demikian antara lain pesan yang diberikan oleh Hakim Konstitusi Letjen (Purn) Achmad Roestandi, SH. saat memberikan pengarahan mengenai Mahkamah Konstitusi (MK) dan kewenangan MK kepada para guru yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran PKn Kabupaten/Kota Bandung hari Rabu (20/6) di gedung MK. Hadir pula dalam acara tersebut Staf Ahli Hakim Konstitusi Machmud Aziz serta Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian MK Zainal Arifin.
Hakim Konstitusi yang akrab dipanggil Jenderal ini juga menekankan kepada para guru tersebut untuk mengembangkan kreativitas dalam metode pengajaran. ?Agar pemahaman tentang kewarganegaraan juga selaras dengan perilaku dan moral,? ujarnya menekankan.
Jenderal yang juga fasih berbahasa Sunda ini juga menceritakan pengalaman yang didapatnya mengenai kondisi di Amerika Serikat (AS) yang menurut anggapan banyak orang tidak memberikan pengajaran semacam PKn ternyata memiliki perhatian sangat serius terhadap penanaman nilai patriotisme kepada para pelajarnya. ?Di Amerika cara pengajaran mengenai kewiraan dapat dilakukan dengan mengajak siswa mengunjungi pameran budaya dan tempat-tempat yang menggambarkan ciri khas negaranya. Bahkan arena bermain untuk anak dapat dimanfaatkan untuk pendidikan itu,? urainya memberikan contoh.
Pada kesempatan kunjungan tersebut, Hakim Roestandi juga menjelaskan mengenai latar belakang kewenangan yang diberikan UUD 1945 kepada MK. Keberadaan MK sendiri merupakan implikasi dari reformasi yang membawa pada tuntutan amandemen UUD 1945. Amandemen UUD, jelas Roestandi, telah menyebabkan lahirnya berbagai macam lembaga negara yang kewenangannya bisa jadi saling beririsan dan potensial menimbulkan konflik. Untuk mengantisipasi munculnya sengketa kewenangan tersebut, dibentuklah MK. Selain itu, perubahan supremasi kedaulatan rakyat yang sebelum amandemen dimiliki oleh MPR menjadi supremasi konstitusi juga berkonsekuensi perlunya lembaga yang mengawasi pelaksanaan UUD, yakni MK. Faktor lain yang menurut Roestandi melatarbelakangi keberadaan MK yaitu peristiwa impeachment terhadap Presiden Abdurrahman Wahid yang lebih didasari alasan politis ketimbang alasan hukum.
Menjawab pertanyaan seorang guru mengenai penegakan hukum di Indonesia, Hakim Roestandi menjelaskan setidaknya ada empat syarat penegakan hukum, yaitu sistem hukum yang baik, aparat yang kompeten dan berakhlak, sarana dan prasana yang mendukung serta kesadaran dan budaya hukum masyarakat. (Sumber: Mahkamah Konstitusi) Read More...
Demikian antara lain pesan yang diberikan oleh Hakim Konstitusi Letjen (Purn) Achmad Roestandi, SH. saat memberikan pengarahan mengenai Mahkamah Konstitusi (MK) dan kewenangan MK kepada para guru yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran PKn Kabupaten/Kota Bandung hari Rabu (20/6) di gedung MK. Hadir pula dalam acara tersebut Staf Ahli Hakim Konstitusi Machmud Aziz serta Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian MK Zainal Arifin.
Hakim Konstitusi yang akrab dipanggil Jenderal ini juga menekankan kepada para guru tersebut untuk mengembangkan kreativitas dalam metode pengajaran. ?Agar pemahaman tentang kewarganegaraan juga selaras dengan perilaku dan moral,? ujarnya menekankan.
Jenderal yang juga fasih berbahasa Sunda ini juga menceritakan pengalaman yang didapatnya mengenai kondisi di Amerika Serikat (AS) yang menurut anggapan banyak orang tidak memberikan pengajaran semacam PKn ternyata memiliki perhatian sangat serius terhadap penanaman nilai patriotisme kepada para pelajarnya. ?Di Amerika cara pengajaran mengenai kewiraan dapat dilakukan dengan mengajak siswa mengunjungi pameran budaya dan tempat-tempat yang menggambarkan ciri khas negaranya. Bahkan arena bermain untuk anak dapat dimanfaatkan untuk pendidikan itu,? urainya memberikan contoh.
Pada kesempatan kunjungan tersebut, Hakim Roestandi juga menjelaskan mengenai latar belakang kewenangan yang diberikan UUD 1945 kepada MK. Keberadaan MK sendiri merupakan implikasi dari reformasi yang membawa pada tuntutan amandemen UUD 1945. Amandemen UUD, jelas Roestandi, telah menyebabkan lahirnya berbagai macam lembaga negara yang kewenangannya bisa jadi saling beririsan dan potensial menimbulkan konflik. Untuk mengantisipasi munculnya sengketa kewenangan tersebut, dibentuklah MK. Selain itu, perubahan supremasi kedaulatan rakyat yang sebelum amandemen dimiliki oleh MPR menjadi supremasi konstitusi juga berkonsekuensi perlunya lembaga yang mengawasi pelaksanaan UUD, yakni MK. Faktor lain yang menurut Roestandi melatarbelakangi keberadaan MK yaitu peristiwa impeachment terhadap Presiden Abdurrahman Wahid yang lebih didasari alasan politis ketimbang alasan hukum.
Menjawab pertanyaan seorang guru mengenai penegakan hukum di Indonesia, Hakim Roestandi menjelaskan setidaknya ada empat syarat penegakan hukum, yaitu sistem hukum yang baik, aparat yang kompeten dan berakhlak, sarana dan prasana yang mendukung serta kesadaran dan budaya hukum masyarakat. (Sumber: Mahkamah Konstitusi) Read More...
nationalism opinion follows nurcholish madjid
date 29 augusts 2006 nurcholish madjid even one year . indonesian felts very lose by a idea that deepens. in the alive history cak light has subjugated self as one of the thinker very consistent towards nation problem and country. the thinking even also many professed so that success give certain religious comprehension type in part indonesia society.
a little thinking sketch cak light
when mapped macroly, thinking cak light divisible into two categories. first, thinking keislaman and second, thinking keindonesiaan. thinking keislaman cak light baseds on from the education background since beginning really menggeluti discipline science keislaman. while thinking keindonesiaan caknur more many got from perguatan with also the contemplation result after involved in social social activity either through direct also not direct. but red thread both types of the thinking lays in subtansi value that want to submitted that is breath keislaman. can be said breath or subtansi keislaman that's that be core the thinking. when speak democracy, beside to refer in amount of literature west, he is especially take messages from al-qur’an also the execution examples in prila classic islam society really very mengaguminya. from both types of this the thinking is society then gives identity all at once flattery shaped theologian degree and nation teacher.
thinking cak a great length of light because is espoused by systematic reasoning building so that the argumentation explanation impresses very strong. but such there are some thinking cak light that be kontoversial mengalangan also mengalangan cendekiawaan general society. this controversy spectrum not limited to thinking keislaman, but also the thinking keindonesiaan. the thinking example keislaman controversial secularizing problem by circle cendekiawaan other called deviate from islam value. while thinking example keindonesiaa many debated when does he mengintrodusir jargon “islam yes, islam party no” and the idea about the importance of opposition for government.
quit of from controversial side existence, sembul existing knowledge membaliknya. for example, there argue or dialog between circle cendekiwaan islam self. there intellectual transaction so that society is critical which is on final evoke progress, not static. a lot agree thinking cak light but there [are] also many not. up to then society can conclude that so much colour and thinking type keislaman, so that absolutism towards a thinking kind is relative merely. every thinking really necessary mengritisi, evaluated and inspected to return so that doesn't be dogmatic.
nationalism and nation country
nationalism rumors is to argue routine each month august. a hypothesis says, incidence various problem in indonesian, beside because weak moral commitment towards religion basic teachings, also caused by truth comprehension or subtansi keindonesiaan less. may be that is why cak light in book endly have a title “indonesia kita”(2003), elaborate dots subtansi mempahaminya towards indonesia. book written in order to give explanation sufficient towards ten flatform on the market to build to return indonesia.
first elaborated classic nationalism criticism at archipelago. confirmed, nasonalisme classic at archipelago at first emerge existence consequence various tribe stays asia area tengara this, in environment thousands island, big and little in environment that separated. this fact pushes incidence also tribal special feature, language and culture. this fact existence can be looked at as also crisis. as wealth, write cak light, culture variety bear comparison with vegetable variety. that variety can be rich hybrid culture development source and strong, pass culture cross (cross cultural fertilization). as crisis, the advanced, culture variety can weaken intertribal cohesion and island. therefore south-east asia forever susceptible towards conquest and colonial from outside. so indonesia really besifat plural initially so that menginkari character equal to deny one of [the] subtansi indonesia. pluralism building must be braced to pass culture cross so that tissue and nationality tie is steady and strong.
found fact other that seeds existence nasionalime classic that simplified by a culture berdimesi hemispheric islam that is a general culture pattern that cover almost entire hemisphere east since africa zones and europe in ocean side atantik until to olive area (now guangzhou) at china plain in waterfront middle. matter here's follow caknur simplify islamic religion enters then scattered to entire archipelago areas. culture development hemispheric this continue in modern indonesia where a lot of nomen klatur perpoliti national that baseds on or at least explainable based on islam teachings. for example about “negara bangsa” or “nation-state”.
nation- state or nation country as explanation cak light in book itersebut, a brainchild about country that founded to entire nations. equally nation country country to entire peoples that founded based on agreement with that produce contractual connection and transaksional opened between sides that hold those agreement. nation country aim realize maslahat general, a concept about kindness that cover entire without exception citizen.
in indonesia reality kekinian concept execution or precisely subtansi nation country not yet run with commitment crass. there group very rich but more a lot poor. welfare not yet merata. justice not yet maintained seriously. government, also politician not yet thoroughly party to people importance as a whole. government pawns asset nation to foreign country and further.
mengakhir the live obvious cak light stills to think nation country importance as a whole. he closes that book latest sentence with writes, “kita must find manner to overcome nation problem and our country, once this and forever and ever (once and for all). only with that similar determination us escaped will experience crisis again without will having. now or never! ” Read More...
a little thinking sketch cak light
when mapped macroly, thinking cak light divisible into two categories. first, thinking keislaman and second, thinking keindonesiaan. thinking keislaman cak light baseds on from the education background since beginning really menggeluti discipline science keislaman. while thinking keindonesiaan caknur more many got from perguatan with also the contemplation result after involved in social social activity either through direct also not direct. but red thread both types of the thinking lays in subtansi value that want to submitted that is breath keislaman. can be said breath or subtansi keislaman that's that be core the thinking. when speak democracy, beside to refer in amount of literature west, he is especially take messages from al-qur’an also the execution examples in prila classic islam society really very mengaguminya. from both types of this the thinking is society then gives identity all at once flattery shaped theologian degree and nation teacher.
thinking cak a great length of light because is espoused by systematic reasoning building so that the argumentation explanation impresses very strong. but such there are some thinking cak light that be kontoversial mengalangan also mengalangan cendekiawaan general society. this controversy spectrum not limited to thinking keislaman, but also the thinking keindonesiaan. the thinking example keislaman controversial secularizing problem by circle cendekiawaan other called deviate from islam value. while thinking example keindonesiaa many debated when does he mengintrodusir jargon “islam yes, islam party no” and the idea about the importance of opposition for government.
quit of from controversial side existence, sembul existing knowledge membaliknya. for example, there argue or dialog between circle cendekiwaan islam self. there intellectual transaction so that society is critical which is on final evoke progress, not static. a lot agree thinking cak light but there [are] also many not. up to then society can conclude that so much colour and thinking type keislaman, so that absolutism towards a thinking kind is relative merely. every thinking really necessary mengritisi, evaluated and inspected to return so that doesn't be dogmatic.
nationalism and nation country
nationalism rumors is to argue routine each month august. a hypothesis says, incidence various problem in indonesian, beside because weak moral commitment towards religion basic teachings, also caused by truth comprehension or subtansi keindonesiaan less. may be that is why cak light in book endly have a title “indonesia kita”(2003), elaborate dots subtansi mempahaminya towards indonesia. book written in order to give explanation sufficient towards ten flatform on the market to build to return indonesia.
first elaborated classic nationalism criticism at archipelago. confirmed, nasonalisme classic at archipelago at first emerge existence consequence various tribe stays asia area tengara this, in environment thousands island, big and little in environment that separated. this fact pushes incidence also tribal special feature, language and culture. this fact existence can be looked at as also crisis. as wealth, write cak light, culture variety bear comparison with vegetable variety. that variety can be rich hybrid culture development source and strong, pass culture cross (cross cultural fertilization). as crisis, the advanced, culture variety can weaken intertribal cohesion and island. therefore south-east asia forever susceptible towards conquest and colonial from outside. so indonesia really besifat plural initially so that menginkari character equal to deny one of [the] subtansi indonesia. pluralism building must be braced to pass culture cross so that tissue and nationality tie is steady and strong.
found fact other that seeds existence nasionalime classic that simplified by a culture berdimesi hemispheric islam that is a general culture pattern that cover almost entire hemisphere east since africa zones and europe in ocean side atantik until to olive area (now guangzhou) at china plain in waterfront middle. matter here's follow caknur simplify islamic religion enters then scattered to entire archipelago areas. culture development hemispheric this continue in modern indonesia where a lot of nomen klatur perpoliti national that baseds on or at least explainable based on islam teachings. for example about “negara bangsa” or “nation-state”.
nation- state or nation country as explanation cak light in book itersebut, a brainchild about country that founded to entire nations. equally nation country country to entire peoples that founded based on agreement with that produce contractual connection and transaksional opened between sides that hold those agreement. nation country aim realize maslahat general, a concept about kindness that cover entire without exception citizen.
in indonesia reality kekinian concept execution or precisely subtansi nation country not yet run with commitment crass. there group very rich but more a lot poor. welfare not yet merata. justice not yet maintained seriously. government, also politician not yet thoroughly party to people importance as a whole. government pawns asset nation to foreign country and further.
mengakhir the live obvious cak light stills to think nation country importance as a whole. he closes that book latest sentence with writes, “kita must find manner to overcome nation problem and our country, once this and forever and ever (once and for all). only with that similar determination us escaped will experience crisis again without will having. now or never! ” Read More...
MEMANTAPKAN WAWASAN KEBANGSAAN DALAM MENGHADAPI PERKEMBANGAN GLOBAL DAN DISINTEGRASI BANGSA
MEMANTAPKAN WAWASAN KEBANGSAAN DALAM MENGHADAPI PERKEMBANGAN GLOBAL DAN DISINTEGRASI BANGSA
(sumber dari : Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu*)
TEMA di atas sangat tidak popular, namun pandang-an demikian sangat keliru karena di negara manapun wawasan kebangsaan merupakan kunci dari tegak dan hancurnya suatu bangsa. Forum seperti ini sangat penting bagi kita khususnya bangsa Indonesia karena dapat dijadikan wahana untuk membangkitkan kembali semangat nasionalisme yang saat ini terasa sudah mulai luntur. Dikatakan demikian karena dinamika perkembang-an lingkungan strategis yang semakin kompleks dan berjalan demikian cepat, telah membawa perubahan dalam segenap aspek kehidupan yang berdampak kepa-da semakin menguatnya kecenderungan dari sebagian anak bangsa, untuk lebih berorientasi pada kepentingan universal dengan mengabaikan kepentingan nasional. Hal tersebut telah menimbulkan berbagai konflik di berbagai strata kehidupan masyarakat yang akhirnya bermuara pada disintegrasi bangsa.
Judul di atas sengaja diangkat untuk mengingatkan kita semua dan sekaligus sebagai kontribusi TNI-AD kepada bangsa Indonesia dalam upaya memantapkan kembali persatuan dan kesatuan dari keberagaman di dalam bingkai wawasan kebangsaan Indonesia, dengan harapan agar kita siap menghadapi perkembangan dan perubahan global. Adapun pokok-pokok materi yang akan diuraikan meliputi : situasi lingkungan strategis, pengaruh lingstra terhadap NKRI, wawasan kebangsaan, sejarah Indonesia dan perjalanan bangsa, TNI, hal-hal yang sudah dan sedang dilakukan TNI serta beberapa harapan-harapan saya kepada segenap komponen bangsa Indonesia.
Situasi Lingstra
Beberapa dekade yang lalu, Indonesia pernah hampir mendapat julukan sebagai macan Asia, karena memiliki potensi sangat besar seperti sumber daya alam yang melimpah, jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia serta kemampuan diplomasi yang tinggi. Namun dalam perjalanannya keadaan bangsa Indonesia justru mengarah kepada kondisi yang sebaliknya bila dihadap-kan dengan perkembangan negara-negara di kawasan Asia Tenggara khususnya dan Asia pada umumnya.
Keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Adat Istiadat yang dulu terjalin kokoh kuat dalam bingkai kebangsaan Indonesia, kini terasa semakin longgar dan rentan terhadap masuknya pengaruh nilai-nilai universal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di Indonesia merupakan dampak dari perubahan lingkungan yang tidak dapat terhindari. Kita memang mengakui dan menerima adanya perubahan yang terjadi, karena itu merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Perkembangan itu harus kita ikuti agar bangsa kita tidak tertinggal jauh dan dapat berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Namun, masuknya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kita, tidak boleh dipaksakan untuk diterima, karena jika hal itu terjadi, maka akan berakibat fatal bagi bangsa Indonesia sendiri.
Selanjutnya sekilas tentang perkembangan lingkungan strategis agar kita semua dapat menyikapi setiap perubahan yang terjadi dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan bangsa dan negara Indonesia yang sedang terus berupaya mengatasi krisis multidimensi yang hingga saat ini belum mencapai hasil sebagaimana yang kita harapkan bersama. Indonesia dengan posisi geostrategi yang unik dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, akan selalu menghadapi tantangan, gangguan dan bahkan ancaman.
Secara geografis Indonesia merupakan persimpangan lalu lintas perdagangan dunia, sehingga mengakibatkan keinginan asing untuk menghadirkan kekuatan militernya atau menempatkan pangkalan militer dalam melindungi jalur perdagangan mereka dan sekaligus untuk perimbangan kekuatan militer negara-negara besar. Perlu kita sadari, bahwa posisi Indonesia memang terletak pada simpul perebutan pengaruh atau saling intervensi dari kutub-kutub kekuatan militer dan ekonomi dunia, masih tetap ada. Kekayaan sumber daya alam Indonesia juga merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa lain untuk dieksploitasi secara damai maupun dikuasai secara paksa.
Penyebab terjadinya perang di kawasan Timur Tengah tidak terlepas dari ambisi negara-negara tertentu untuk menguasai deposit minyak bumi yang sangat besar. Sekalipun perang itu diformat dengan alasan masalah kemanusiaan, terorisme atau senjata pemusnah massal, namun dibalik itu semua, upaya penguasaan sumber daya alam merupakan penyebab utama terjadinya konflik kepentingan dari negara-negara besar.
Sifat agresifitas manusia atau bangsa yang dipicu oleh ambisi kekuasaan dan harga diri yang berlebihan masih ada dan selalu ada serta menjadi penyebab perkembangan lingkungan strategis di tingkat global, regional dan nasional yang tidak kondusif bagi perdamaian dunia maupun pencapaian kepentingan nasional Indonesia.
Perkembangan Lingkungan Strategis Pada Lingkup Global
Fenomena global dewasa ini telah membawa manusia kembali pada kondisi menyerupai jaman purba yang menganut hukum rimba, dimana pihak yang kuat akan menindas pihak yang lemah dalam berbagai bentuk dan spektrum perang yang tidak seimbang. Jadi perang yang diciptakan itu bukanlah bentuk perang sebagaimana lazimnya suatu perang antara dua kekuatan, tetapi lebih merupakan tekanan atau penindasan oleh yang jauh lebih kuat terhadap yang lebih lemah, kecil dan tersisih.
Perang yang hingga saat ini masih berkecamuk di beberapa kawasan seperti di Irak dan Afganistan, ketegangan antara Korut dan Korsel, terpecahnya beberapa negara besar menjadi sejumlah negara kecil seperti eks Uni Soviet, Yugoslavia, pecahnya perang saudara yang terjadi di Kamboja, Somalia, Ruwanda dan lain-lain adalah wujud dari sifat agresifitas manusia yang ditunjukkan oleh negara-negara besar dan maju ( koalisi global ) serta masuknya nilai-nilai, norma dan kepentingan asing yang dipaksakan sehingga menimbulkan konflik dan pecahnya rasa persatuan dan kesatuan serta lunturnya wawasan kebangsaan dari rakyatnya. Contoh negara-negara yang tetap eksis dan tidak tersentuh oleh kekuatan lain karena rakyatnya bersatu-padu, teguh memegang nilai-nilai budaya dan jati diri bangsanya adalah Israel, Vietnam, Cina, Jepang dan India.
Lingkungan Regional
Asean adalah organisasi negara-negara Asia Tenggara yang bersifat asosiatif, sehingga tidak menjamin adanya kesepakatan yang bersifat mengikat. Kondisi objektif itu menjadi kendala terwujudnya solidaritas Asean dalam mengatasi berbagai permasalahan regional. Penyelesaian kasus Pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional, membuktikan bahwa Asean gagal mengatasi permasalahan kawasan secara mandiri.
Setiap negara Asean bebas melakukan kerjasama militer atau bahkan bergabung dalam pakta pertahanan di luar kawasan. Hal ini mengakibatkan sesama negara Asean sendiri berada dalam posisi berhadapan. Berbagai masalah sengketa teritorial, tidak jelas batas antara negara, kejahatan internasional dan kegiatan ilegal lainnya belum mampu diselesaikan oleh Asean sendiri. Solusi damai memang menjadi harapan kita semua, namun kita juga memerlukan kekuatan tawar atau Bargaining Power untuk memberikan dampak penangkalan yang efektif.
Kemampuan Indonesia untuk Menolong Diri Sendiri perlu segera diwujudkan, karena tidak ada satu negara pun yang secara tulus mau menolong kita. Kata kuncinya, yang menolong kita adalah kita sendiri dalam bentuk Persatuan dan Kesatuan yang Kokoh dan Kuat Dari Segenap Komponen Bangsa Dalam Bingkai Wawasan Kebangsaan Indonesia.
Lingkungan Nasional
Bergulirnya reformasi nasional adalah fakta bahwa bangsa Indonesia menghendaki perubahan-perubahan, sekaligus mengatasi berbagai krisis. Dukungan masyarakat terhadap reformasi timbul, karena diharapkan cita-cita reformasi itu diharapkan kelanjutan dari cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Harapan masyarakat itu diwujudkan dalam sumbangan suara mereka kepada Parpol pada Era Reformasi yang berhasil menggantikan kepemimpinan nasional. Rezim lama yang dinilai gagal mencegah krisis, diposisikan sebagai lawan yang harus dihancurkan, namun rezim pada era reformasi belum berhasil sesuai dengan harapan seluruh rakyat. Logika demokrasi yang sempit itu juga mengakibatkan menajamnya rivalitas politik, menguatnya isu kedaerahan dan faham federal dalam sistem otonomi. Nasionalisme bangsa Indonesia yang dibangun diatas landasan konsensus pada peristiwa Sumpah Pemuda 1928, terfragmentasi oleh berbagai kepentingan sempit dan sesaat yang tidak searah dengan kepentingan nasional.
Liberalisme yang menyertai isu global dan diakomo-dasikan dalam penyelenggaraan reformasi nasional semakin meluas pengaruhnya. Apresiasi terhadap Pancasila sebagai ideologi negara semakin menipis dan formalitas belaka. Pancasila sebagai ideologi negara yang lahir dari ide-ide bangsa yang mengandung nilai-nilai hakiki semakin terkikis oleh ideologi asing. Inilah berbagai permasalahan yang kita hadapi dan menjadi tantangan kita bersama.
Pengaruh Lingstra Terhadap Keutuhan NKRI
Kerawanan akibat tekanan global merupakan wujud dari keinginan negara-negara yang tergabung dalam koalisi untuk memperluas hegemoni dan upaya menyatukan negara-negara di dunia ke dalam suatu kutub atau "UNIPOLAR WORLD" ditangan suatu bangsa yang berperan sebagai pemegang supremasi. Akibatnya negara-negara berkembang menjadi tersisih apabila menolak nilai-nilai dan norma yang akan diterapkan.
Demokrasi, Hak Azasi Manusia dan Lingkungan Hidup merupakan nilai-nilai universal yang sangat baik dan harus kita wujudkan sepanjang penerapannya dilakukan dengan sungguh-sungguh tanpa dimuati kepentingan-kepentingan dan hanya menguntungkan pihak/negara asing.
Nilai-nilai universal tidak selalu harmonis dengan nilai-nilai nasional suatu bangsa sehingga bila nilai tersebut diadopsi begitu saja tanpa terlebih dahulu dikaji secara mendalam, maka yang terjadi adalah timbulnya konflik di berbagai strata kehidupan sosial masyarakat.
Ancaman separatisme seperti di Aceh dan Papua serta konflik di berbagai daerah seperti Maluku dan Poso hingga saat ini masih menjadi persoalan bangsa
Indonesia yang belum dapat dituntaskan.
Pengaruh Lingstra Terhadap Wawasan Kebangsaan Indonesia
Universalitas yang mewarnai reformasi nasional itu telah menimbulkan berbagai konflik di seluruh penjuru tanah air. Ide separatisme muncul kembali dan dianggap sebagai bagian dari praktek demokrasi yang diartikan dengan logika sempit sebagai kebebasan menentukan nasib sendiri. Upaya-upaya untuk mengatasi SEPARATISME dan ANARKISME dianggap sebagai tindakan anti demokrasi.
Pemahaman kebebasan/demokrasi oleh sebagian masyarakat yang mengarah kepada keinginan melepaskan diri dari NKRI serta mengembangkan pandangan yang sempit di kalangan masyarakat, telah menggejala dan dimunculkan sebagai wacana. Hal ini telah mengakibatkan semakin longgarnya ikatan yang kokoh dan kuat yang selama ini telah susah payah dibangun bersama oleh segenap komponen bangsa Indonesia menjadi semakin rentan dan mudah diprovokasi oleh pihak-pihak dari dalam dan luar negeri yang memang tidak menginginkan NKRI, utuh dan kuat.
Demokrasi bukanlah tujuan utama, tetapi sebagai wahana untuk mewujudkan kepentingan nasional. Bukan sebaliknya kepentingan nasional dikorbankan untuk sekedar mempraktekkan demokrasi. Tegak atau hancurnya suatu bangsa sangat tergantung kepada bangsa itu sendiri. Intervensi asing yang akan menjadi penyebab lenyapnya Indonesia dari peta-peta kalangan bangsa terhormat di dunia harus kita lawan bersama.
Bahayanya Perang Modern
Dalam konteks menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Perang ini merupakan perang masa kini yang tidak harus berbentuk invasi militer seperti masa lalu yaitu penghancuran secara total. Namun, perang ini menggunakan potensi dalam suatu negara serta cybernetic sehingga akibat yang ditimbulkannya jauh lebih dahsyat dari perang masa lalu. Karena yang diserang dan dirusak seluruh aspek kehidupan meliputi IPOLEKSOSBUD dan militer.
Pentahapannya diawali dengan merubah paradigma berfikir dan selanjutnya akan berdampak pada aspek lainnya dengan memanfaatkan kelemahan dan celah rentannya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kemudian dengan memanfaatkan sel-sel perlawanan dan mengibarkan separatisme serta mengadu domba dan memecah belah kekuatan dari komponen bangsa yang ada sehingga kekuatan tentaranya menjadi lemah dan selanjutnya negara menjadi lemah pada akhirnya negara terpecah atau setidak-tidaknya timbul ketergantungan kepada negara lain.
Keadaan seperti ini akan sangat mungkin terjadi di negara ini bila ikatan kesatuan dan persatuan kita semakin longgar sehingga pertikaian antar sesama anak bangsa terus berlangsung, tidak segera menyadari serta mengambil sikap untuk melawannya.
Sejarah Bangsa Indonesia
Bagi bangsa Indonesia, sejarah perjuangan bangsa khususnya dalam merebut kemerdekaan, telah memberikan nilai-nilai semangat juang yang tinggi dan mampu menggugah dan memotivasi serta menjadi sumber inspirasi bagi generasi demi generasi guna meneruskan perjuangan para pendahulu untuk tetap mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah bangsa ini sudah tercatat lima belas abad sebelum masa penjajahan.
Dalam kurun waktu itu, terjadi pergaulan kebudayaan dan perhubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan lain di sekelilingnya.
Selama itu, umumnya bangsa kita berkembang menurut kodratnya sendiri, seraya menyesuaikan dengan unsur-unsur kebudayaan asing yang diterimanya sebatas kebutuhan dan sifat-sifatnya.
Apakah yang berkembang selama lima belas abad itu akan tetap merupakan unsur yang penting bagi perkembangan jiwa bangsa kita, meskipun negara dan masyarakat yang hendak kita bangun sesudah proklamasi kemerdekaan berlainan dasarnya daripada negara-negara dan masyarakat yang terdapat dalam sejarah lama.
Tetapi satu hal yang patut kita yakini dan menggugah semangat kebangsaan kita yaitu bahwa sebenar-benarnya bangsa kita, bangsa Indonesia, bangsa yang menghuni nusantara ini merupakan bangsa besar yang tercatat dalam sejarah dunia.
Sekitar tahun 650, di Sumatera telah terbentuk Kerajaan Sriwijaya dan di Jawa Tengah juga terdapat kerajaan besar yakni Kalingga. Kebesaran kerajaan pada masa itu dengan berdirinya Candi Borobudur pada abad delapan.
Kerajaan Sriwijaya pernah mengalami jaman gemilang dan wilayah kekuasaannya meluas sampai ke luar nusantara, antara lain ke daratan Asia Tenggara dan Philipina, namun juga mengalami jaman kemunduran karena menghadapi persaingan dan serangan dari kerajaan-kerajaan yang muncul di Jawa. Kerajaan Sriwijaya hidup terus sampai akhir abad ke empat belas.
Tahun 1293, oleh Raden Wijaya didirikan kerajaan Majapahit yang kuat dan merupakan salah satu puncak kejayaan dalam sejarah lama kita, terutama dibawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk, yang berkuasa mulai tahun 1350 sampai tahun 1389.
Sebagian besar kejayaan dan kebesaran Kerajaan Majapahit itu diperoleh berkat andil dan hasil karya Gajah Mada yang menjadi Patih atau Perdana Menteri mulai tahun 1331 sampai 1364 yang berhasil menguasai seluruh nusantara dan beberapa daerah di luarnya.
Namun sesudah raja Hayah Wuruk wafat, pertentangan-pertentangan dan perang saudara berkecamuk, keadaan negara seperti itu dimanfaatkan oleh daerah-daerah untuk menentang kekuasaan dan pengendalian pusat, yang melahirkan kerajaan-kerajaan kecil.
Dengan berkurangnya Majapahit, bangsa Portugis yang disusul dengan bangsa barat lainnya, seperti Belanda, juga bangsa Tiongkok atau Cina masuk dan datang untuk berdagang, bertani dan bahkan sebagai bajak laut, kemudian mereka menetap.
Pada mulanya bangsa Barat sebenarnya bermaksud mengeksploitasi sumber daya alamnya demi kepentingan negara penjajah itu dengan menggunakan politik adu domba, devide et impera, sehingga kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di wilayah Nusantara tidak menjadi besar, bersatu dan kuat. Politik tersebut berhasil, hingga seluruh wilayah Nusantara dijajah selama 3,5 abad.
Pergerakan Perjuangan
Perjalanan panjang sejarah penjajahan di Nusantara ini, telah mengusik jiwa dan hati nurani anak bangsa, terutama para pemuda untuk bangkit menentang penjajah.
Tahun 1908, mulai muncul gerakan kebangsaan Indonesia yang diawali dengan munculnya bermacam-macam pengelompokan yang didasarkan atas rasa solidaritas atau hubungan kesetiakawanan yang terbatas ruang lingkupnya seperti solidaritas kedaerahan, suku bangsa, ras dan agama. Diantaranya kita kenal Budi Utomo yang didasarkan atas rasa solidaritas penduduk di Jawa dan Madura.
Tahun 1912, muncul Indische Partij yang melahirkan perhimpunan-perhimpunan berdasarkan Konsepsi Kebangsaan Indonesia dengan tujuan mempersatukan semua golongan penduduk yang beranekaragam di wilayah Nusantara ini, kemudian tanggal 28 Oktober 1928, sejumlah pemuda mengadakan kongres di Batavia dan menghasilkan kata sepakat yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda atau Ikrar Pemuda.
Yang menjadi tekad, sekaligus dasar perjuangan pemuda adalah pemikiran bahwa mereka mempunyai satu tanah air, yaitu tanah Indonesia, satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, dan menjunjung tinggi satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Hal itu selanjutnya menjadi motivasi dan pemicu bangkitnya rasa kebangsaan Indonesia untuk melawan penjajah. Perjuangan keras itu menghasilkan proklamasi 17 Agustus tahun 1945 dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Namun, sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, usaha-usaha untuk mengisi kemerdekaan dan membangun bangsa dan negara ini selalu saja mendapat gangguan, hambatan bahkan ancaman dari dalam dan luar negeri.
Upaya mempertahankan proklamasi kemerdekaan bangsa dan negara ini terus dilakukan dengan gigih, melibatkan semua komponen bangsa termasuk TNI yang memang tidak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa.
Berbagai pemberontakan silih berganti muncul dan kesemuanya dapat ditumpas oleh TNI bersama-sama seluruh rakyat Indonesia, seperti :
- Pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun oleh Muso mendirikan Negara Soviet Republik Indone- sia.
- DI/TII Jawa Barat tahun 1949 oleh Sekarmaji Mari- jan Kartosuwiryo mendirikan negara yang dikepalai seorang imam berdasarkan religi yang fanatik dan dogmatik.
- Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) 1950 oleh Raymon Piere Westerling menjadikan Indonesia sebagai jajahan Belanda.
- Andi Aziz tahun 1950 oleh Kapten KNIL Andi Aziz di Makassar mempertahankan Negara Indonesia Timur dan menolak pasukan TNI.
- RMS tahun 1950 oleh DR CH.R. Soumokil di Maluku mendirikan negara terlepas dari NKRI setelah gagal membantu pemberontakan Andi Aziz.
- DI/TII Kalimantan Selatan 1950 oleh Ibnu Hajar karena ketidakpuasan Ibnu Hajar pindah ke Kalbar.
- DI/TII Sulawesi 1953 oleh Kahar Muzakar karena tidak setuju terhadap keputusan masuknya Korps Cadangan Nasional atau CTN ke dalam APRIS secara bertahap.
- DI/TII Aceh 1953 oleh T. Moch Daud Beureuh karena ketidakpuasan terhadap keputusan peme- rintah yang menjadikan Aceh keresidenan dalam Provinsi Sumut.
- Permesta 1957 di Makassar karena tidak puas dengan APRIS.
- PRRI 1958 di Padang oleh Ahmad Husin, Maludin Simbolon, Dahlan Jambek dan Syafrudin Prawiranegara karena ketimpangan pembangunan.
- Organisasi Papua Merdeka (OPM) 1964 di Ayamaru oleh T.T Aronggear Lodewijk Mandadan dan Ferry Awom dibentuk Belanda melalui putra daerah mendirikan negara Papua.
- G 30 S/PKI untuk mendirikan negara yang beredio- logi komunis menggantikan ideologi Pancasila.
- Gerakan Aceh Merdeka (GAM) 4 Desember 1976 oleh Hasan Tiro karena ketimpangan ekonomi dan bermuara kepada pemisahan dari NKRI.
Wawasan Kebangsaan
Unsur pokok wawasan kebangsaan itu adalah komitmen yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap warga negara, ditetapkan melalui proses politik yang konstitusional dan dilaksanakan dengan konsekuensi hukum yang tinggi. Konsepsi untuk memantapkan wawasan kebangsaan, secara garis besar meliputi tiga dimensi pembinaan, yakni rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan. Read More...
(sumber dari : Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu*)
TEMA di atas sangat tidak popular, namun pandang-an demikian sangat keliru karena di negara manapun wawasan kebangsaan merupakan kunci dari tegak dan hancurnya suatu bangsa. Forum seperti ini sangat penting bagi kita khususnya bangsa Indonesia karena dapat dijadikan wahana untuk membangkitkan kembali semangat nasionalisme yang saat ini terasa sudah mulai luntur. Dikatakan demikian karena dinamika perkembang-an lingkungan strategis yang semakin kompleks dan berjalan demikian cepat, telah membawa perubahan dalam segenap aspek kehidupan yang berdampak kepa-da semakin menguatnya kecenderungan dari sebagian anak bangsa, untuk lebih berorientasi pada kepentingan universal dengan mengabaikan kepentingan nasional. Hal tersebut telah menimbulkan berbagai konflik di berbagai strata kehidupan masyarakat yang akhirnya bermuara pada disintegrasi bangsa.
Judul di atas sengaja diangkat untuk mengingatkan kita semua dan sekaligus sebagai kontribusi TNI-AD kepada bangsa Indonesia dalam upaya memantapkan kembali persatuan dan kesatuan dari keberagaman di dalam bingkai wawasan kebangsaan Indonesia, dengan harapan agar kita siap menghadapi perkembangan dan perubahan global. Adapun pokok-pokok materi yang akan diuraikan meliputi : situasi lingkungan strategis, pengaruh lingstra terhadap NKRI, wawasan kebangsaan, sejarah Indonesia dan perjalanan bangsa, TNI, hal-hal yang sudah dan sedang dilakukan TNI serta beberapa harapan-harapan saya kepada segenap komponen bangsa Indonesia.
Situasi Lingstra
Beberapa dekade yang lalu, Indonesia pernah hampir mendapat julukan sebagai macan Asia, karena memiliki potensi sangat besar seperti sumber daya alam yang melimpah, jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia serta kemampuan diplomasi yang tinggi. Namun dalam perjalanannya keadaan bangsa Indonesia justru mengarah kepada kondisi yang sebaliknya bila dihadap-kan dengan perkembangan negara-negara di kawasan Asia Tenggara khususnya dan Asia pada umumnya.
Keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Adat Istiadat yang dulu terjalin kokoh kuat dalam bingkai kebangsaan Indonesia, kini terasa semakin longgar dan rentan terhadap masuknya pengaruh nilai-nilai universal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di Indonesia merupakan dampak dari perubahan lingkungan yang tidak dapat terhindari. Kita memang mengakui dan menerima adanya perubahan yang terjadi, karena itu merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Perkembangan itu harus kita ikuti agar bangsa kita tidak tertinggal jauh dan dapat berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Namun, masuknya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kita, tidak boleh dipaksakan untuk diterima, karena jika hal itu terjadi, maka akan berakibat fatal bagi bangsa Indonesia sendiri.
Selanjutnya sekilas tentang perkembangan lingkungan strategis agar kita semua dapat menyikapi setiap perubahan yang terjadi dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan bangsa dan negara Indonesia yang sedang terus berupaya mengatasi krisis multidimensi yang hingga saat ini belum mencapai hasil sebagaimana yang kita harapkan bersama. Indonesia dengan posisi geostrategi yang unik dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, akan selalu menghadapi tantangan, gangguan dan bahkan ancaman.
Secara geografis Indonesia merupakan persimpangan lalu lintas perdagangan dunia, sehingga mengakibatkan keinginan asing untuk menghadirkan kekuatan militernya atau menempatkan pangkalan militer dalam melindungi jalur perdagangan mereka dan sekaligus untuk perimbangan kekuatan militer negara-negara besar. Perlu kita sadari, bahwa posisi Indonesia memang terletak pada simpul perebutan pengaruh atau saling intervensi dari kutub-kutub kekuatan militer dan ekonomi dunia, masih tetap ada. Kekayaan sumber daya alam Indonesia juga merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa lain untuk dieksploitasi secara damai maupun dikuasai secara paksa.
Penyebab terjadinya perang di kawasan Timur Tengah tidak terlepas dari ambisi negara-negara tertentu untuk menguasai deposit minyak bumi yang sangat besar. Sekalipun perang itu diformat dengan alasan masalah kemanusiaan, terorisme atau senjata pemusnah massal, namun dibalik itu semua, upaya penguasaan sumber daya alam merupakan penyebab utama terjadinya konflik kepentingan dari negara-negara besar.
Sifat agresifitas manusia atau bangsa yang dipicu oleh ambisi kekuasaan dan harga diri yang berlebihan masih ada dan selalu ada serta menjadi penyebab perkembangan lingkungan strategis di tingkat global, regional dan nasional yang tidak kondusif bagi perdamaian dunia maupun pencapaian kepentingan nasional Indonesia.
Perkembangan Lingkungan Strategis Pada Lingkup Global
Fenomena global dewasa ini telah membawa manusia kembali pada kondisi menyerupai jaman purba yang menganut hukum rimba, dimana pihak yang kuat akan menindas pihak yang lemah dalam berbagai bentuk dan spektrum perang yang tidak seimbang. Jadi perang yang diciptakan itu bukanlah bentuk perang sebagaimana lazimnya suatu perang antara dua kekuatan, tetapi lebih merupakan tekanan atau penindasan oleh yang jauh lebih kuat terhadap yang lebih lemah, kecil dan tersisih.
Perang yang hingga saat ini masih berkecamuk di beberapa kawasan seperti di Irak dan Afganistan, ketegangan antara Korut dan Korsel, terpecahnya beberapa negara besar menjadi sejumlah negara kecil seperti eks Uni Soviet, Yugoslavia, pecahnya perang saudara yang terjadi di Kamboja, Somalia, Ruwanda dan lain-lain adalah wujud dari sifat agresifitas manusia yang ditunjukkan oleh negara-negara besar dan maju ( koalisi global ) serta masuknya nilai-nilai, norma dan kepentingan asing yang dipaksakan sehingga menimbulkan konflik dan pecahnya rasa persatuan dan kesatuan serta lunturnya wawasan kebangsaan dari rakyatnya. Contoh negara-negara yang tetap eksis dan tidak tersentuh oleh kekuatan lain karena rakyatnya bersatu-padu, teguh memegang nilai-nilai budaya dan jati diri bangsanya adalah Israel, Vietnam, Cina, Jepang dan India.
Lingkungan Regional
Asean adalah organisasi negara-negara Asia Tenggara yang bersifat asosiatif, sehingga tidak menjamin adanya kesepakatan yang bersifat mengikat. Kondisi objektif itu menjadi kendala terwujudnya solidaritas Asean dalam mengatasi berbagai permasalahan regional. Penyelesaian kasus Pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional, membuktikan bahwa Asean gagal mengatasi permasalahan kawasan secara mandiri.
Setiap negara Asean bebas melakukan kerjasama militer atau bahkan bergabung dalam pakta pertahanan di luar kawasan. Hal ini mengakibatkan sesama negara Asean sendiri berada dalam posisi berhadapan. Berbagai masalah sengketa teritorial, tidak jelas batas antara negara, kejahatan internasional dan kegiatan ilegal lainnya belum mampu diselesaikan oleh Asean sendiri. Solusi damai memang menjadi harapan kita semua, namun kita juga memerlukan kekuatan tawar atau Bargaining Power untuk memberikan dampak penangkalan yang efektif.
Kemampuan Indonesia untuk Menolong Diri Sendiri perlu segera diwujudkan, karena tidak ada satu negara pun yang secara tulus mau menolong kita. Kata kuncinya, yang menolong kita adalah kita sendiri dalam bentuk Persatuan dan Kesatuan yang Kokoh dan Kuat Dari Segenap Komponen Bangsa Dalam Bingkai Wawasan Kebangsaan Indonesia.
Lingkungan Nasional
Bergulirnya reformasi nasional adalah fakta bahwa bangsa Indonesia menghendaki perubahan-perubahan, sekaligus mengatasi berbagai krisis. Dukungan masyarakat terhadap reformasi timbul, karena diharapkan cita-cita reformasi itu diharapkan kelanjutan dari cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Harapan masyarakat itu diwujudkan dalam sumbangan suara mereka kepada Parpol pada Era Reformasi yang berhasil menggantikan kepemimpinan nasional. Rezim lama yang dinilai gagal mencegah krisis, diposisikan sebagai lawan yang harus dihancurkan, namun rezim pada era reformasi belum berhasil sesuai dengan harapan seluruh rakyat. Logika demokrasi yang sempit itu juga mengakibatkan menajamnya rivalitas politik, menguatnya isu kedaerahan dan faham federal dalam sistem otonomi. Nasionalisme bangsa Indonesia yang dibangun diatas landasan konsensus pada peristiwa Sumpah Pemuda 1928, terfragmentasi oleh berbagai kepentingan sempit dan sesaat yang tidak searah dengan kepentingan nasional.
Liberalisme yang menyertai isu global dan diakomo-dasikan dalam penyelenggaraan reformasi nasional semakin meluas pengaruhnya. Apresiasi terhadap Pancasila sebagai ideologi negara semakin menipis dan formalitas belaka. Pancasila sebagai ideologi negara yang lahir dari ide-ide bangsa yang mengandung nilai-nilai hakiki semakin terkikis oleh ideologi asing. Inilah berbagai permasalahan yang kita hadapi dan menjadi tantangan kita bersama.
Pengaruh Lingstra Terhadap Keutuhan NKRI
Kerawanan akibat tekanan global merupakan wujud dari keinginan negara-negara yang tergabung dalam koalisi untuk memperluas hegemoni dan upaya menyatukan negara-negara di dunia ke dalam suatu kutub atau "UNIPOLAR WORLD" ditangan suatu bangsa yang berperan sebagai pemegang supremasi. Akibatnya negara-negara berkembang menjadi tersisih apabila menolak nilai-nilai dan norma yang akan diterapkan.
Demokrasi, Hak Azasi Manusia dan Lingkungan Hidup merupakan nilai-nilai universal yang sangat baik dan harus kita wujudkan sepanjang penerapannya dilakukan dengan sungguh-sungguh tanpa dimuati kepentingan-kepentingan dan hanya menguntungkan pihak/negara asing.
Nilai-nilai universal tidak selalu harmonis dengan nilai-nilai nasional suatu bangsa sehingga bila nilai tersebut diadopsi begitu saja tanpa terlebih dahulu dikaji secara mendalam, maka yang terjadi adalah timbulnya konflik di berbagai strata kehidupan sosial masyarakat.
Ancaman separatisme seperti di Aceh dan Papua serta konflik di berbagai daerah seperti Maluku dan Poso hingga saat ini masih menjadi persoalan bangsa
Indonesia yang belum dapat dituntaskan.
Pengaruh Lingstra Terhadap Wawasan Kebangsaan Indonesia
Universalitas yang mewarnai reformasi nasional itu telah menimbulkan berbagai konflik di seluruh penjuru tanah air. Ide separatisme muncul kembali dan dianggap sebagai bagian dari praktek demokrasi yang diartikan dengan logika sempit sebagai kebebasan menentukan nasib sendiri. Upaya-upaya untuk mengatasi SEPARATISME dan ANARKISME dianggap sebagai tindakan anti demokrasi.
Pemahaman kebebasan/demokrasi oleh sebagian masyarakat yang mengarah kepada keinginan melepaskan diri dari NKRI serta mengembangkan pandangan yang sempit di kalangan masyarakat, telah menggejala dan dimunculkan sebagai wacana. Hal ini telah mengakibatkan semakin longgarnya ikatan yang kokoh dan kuat yang selama ini telah susah payah dibangun bersama oleh segenap komponen bangsa Indonesia menjadi semakin rentan dan mudah diprovokasi oleh pihak-pihak dari dalam dan luar negeri yang memang tidak menginginkan NKRI, utuh dan kuat.
Demokrasi bukanlah tujuan utama, tetapi sebagai wahana untuk mewujudkan kepentingan nasional. Bukan sebaliknya kepentingan nasional dikorbankan untuk sekedar mempraktekkan demokrasi. Tegak atau hancurnya suatu bangsa sangat tergantung kepada bangsa itu sendiri. Intervensi asing yang akan menjadi penyebab lenyapnya Indonesia dari peta-peta kalangan bangsa terhormat di dunia harus kita lawan bersama.
Bahayanya Perang Modern
Dalam konteks menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Perang ini merupakan perang masa kini yang tidak harus berbentuk invasi militer seperti masa lalu yaitu penghancuran secara total. Namun, perang ini menggunakan potensi dalam suatu negara serta cybernetic sehingga akibat yang ditimbulkannya jauh lebih dahsyat dari perang masa lalu. Karena yang diserang dan dirusak seluruh aspek kehidupan meliputi IPOLEKSOSBUD dan militer.
Pentahapannya diawali dengan merubah paradigma berfikir dan selanjutnya akan berdampak pada aspek lainnya dengan memanfaatkan kelemahan dan celah rentannya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kemudian dengan memanfaatkan sel-sel perlawanan dan mengibarkan separatisme serta mengadu domba dan memecah belah kekuatan dari komponen bangsa yang ada sehingga kekuatan tentaranya menjadi lemah dan selanjutnya negara menjadi lemah pada akhirnya negara terpecah atau setidak-tidaknya timbul ketergantungan kepada negara lain.
Keadaan seperti ini akan sangat mungkin terjadi di negara ini bila ikatan kesatuan dan persatuan kita semakin longgar sehingga pertikaian antar sesama anak bangsa terus berlangsung, tidak segera menyadari serta mengambil sikap untuk melawannya.
Sejarah Bangsa Indonesia
Bagi bangsa Indonesia, sejarah perjuangan bangsa khususnya dalam merebut kemerdekaan, telah memberikan nilai-nilai semangat juang yang tinggi dan mampu menggugah dan memotivasi serta menjadi sumber inspirasi bagi generasi demi generasi guna meneruskan perjuangan para pendahulu untuk tetap mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah bangsa ini sudah tercatat lima belas abad sebelum masa penjajahan.
Dalam kurun waktu itu, terjadi pergaulan kebudayaan dan perhubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan lain di sekelilingnya.
Selama itu, umumnya bangsa kita berkembang menurut kodratnya sendiri, seraya menyesuaikan dengan unsur-unsur kebudayaan asing yang diterimanya sebatas kebutuhan dan sifat-sifatnya.
Apakah yang berkembang selama lima belas abad itu akan tetap merupakan unsur yang penting bagi perkembangan jiwa bangsa kita, meskipun negara dan masyarakat yang hendak kita bangun sesudah proklamasi kemerdekaan berlainan dasarnya daripada negara-negara dan masyarakat yang terdapat dalam sejarah lama.
Tetapi satu hal yang patut kita yakini dan menggugah semangat kebangsaan kita yaitu bahwa sebenar-benarnya bangsa kita, bangsa Indonesia, bangsa yang menghuni nusantara ini merupakan bangsa besar yang tercatat dalam sejarah dunia.
Sekitar tahun 650, di Sumatera telah terbentuk Kerajaan Sriwijaya dan di Jawa Tengah juga terdapat kerajaan besar yakni Kalingga. Kebesaran kerajaan pada masa itu dengan berdirinya Candi Borobudur pada abad delapan.
Kerajaan Sriwijaya pernah mengalami jaman gemilang dan wilayah kekuasaannya meluas sampai ke luar nusantara, antara lain ke daratan Asia Tenggara dan Philipina, namun juga mengalami jaman kemunduran karena menghadapi persaingan dan serangan dari kerajaan-kerajaan yang muncul di Jawa. Kerajaan Sriwijaya hidup terus sampai akhir abad ke empat belas.
Tahun 1293, oleh Raden Wijaya didirikan kerajaan Majapahit yang kuat dan merupakan salah satu puncak kejayaan dalam sejarah lama kita, terutama dibawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk, yang berkuasa mulai tahun 1350 sampai tahun 1389.
Sebagian besar kejayaan dan kebesaran Kerajaan Majapahit itu diperoleh berkat andil dan hasil karya Gajah Mada yang menjadi Patih atau Perdana Menteri mulai tahun 1331 sampai 1364 yang berhasil menguasai seluruh nusantara dan beberapa daerah di luarnya.
Namun sesudah raja Hayah Wuruk wafat, pertentangan-pertentangan dan perang saudara berkecamuk, keadaan negara seperti itu dimanfaatkan oleh daerah-daerah untuk menentang kekuasaan dan pengendalian pusat, yang melahirkan kerajaan-kerajaan kecil.
Dengan berkurangnya Majapahit, bangsa Portugis yang disusul dengan bangsa barat lainnya, seperti Belanda, juga bangsa Tiongkok atau Cina masuk dan datang untuk berdagang, bertani dan bahkan sebagai bajak laut, kemudian mereka menetap.
Pada mulanya bangsa Barat sebenarnya bermaksud mengeksploitasi sumber daya alamnya demi kepentingan negara penjajah itu dengan menggunakan politik adu domba, devide et impera, sehingga kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di wilayah Nusantara tidak menjadi besar, bersatu dan kuat. Politik tersebut berhasil, hingga seluruh wilayah Nusantara dijajah selama 3,5 abad.
Pergerakan Perjuangan
Perjalanan panjang sejarah penjajahan di Nusantara ini, telah mengusik jiwa dan hati nurani anak bangsa, terutama para pemuda untuk bangkit menentang penjajah.
Tahun 1908, mulai muncul gerakan kebangsaan Indonesia yang diawali dengan munculnya bermacam-macam pengelompokan yang didasarkan atas rasa solidaritas atau hubungan kesetiakawanan yang terbatas ruang lingkupnya seperti solidaritas kedaerahan, suku bangsa, ras dan agama. Diantaranya kita kenal Budi Utomo yang didasarkan atas rasa solidaritas penduduk di Jawa dan Madura.
Tahun 1912, muncul Indische Partij yang melahirkan perhimpunan-perhimpunan berdasarkan Konsepsi Kebangsaan Indonesia dengan tujuan mempersatukan semua golongan penduduk yang beranekaragam di wilayah Nusantara ini, kemudian tanggal 28 Oktober 1928, sejumlah pemuda mengadakan kongres di Batavia dan menghasilkan kata sepakat yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda atau Ikrar Pemuda.
Yang menjadi tekad, sekaligus dasar perjuangan pemuda adalah pemikiran bahwa mereka mempunyai satu tanah air, yaitu tanah Indonesia, satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, dan menjunjung tinggi satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Hal itu selanjutnya menjadi motivasi dan pemicu bangkitnya rasa kebangsaan Indonesia untuk melawan penjajah. Perjuangan keras itu menghasilkan proklamasi 17 Agustus tahun 1945 dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Namun, sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, usaha-usaha untuk mengisi kemerdekaan dan membangun bangsa dan negara ini selalu saja mendapat gangguan, hambatan bahkan ancaman dari dalam dan luar negeri.
Upaya mempertahankan proklamasi kemerdekaan bangsa dan negara ini terus dilakukan dengan gigih, melibatkan semua komponen bangsa termasuk TNI yang memang tidak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa.
Berbagai pemberontakan silih berganti muncul dan kesemuanya dapat ditumpas oleh TNI bersama-sama seluruh rakyat Indonesia, seperti :
- Pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun oleh Muso mendirikan Negara Soviet Republik Indone- sia.
- DI/TII Jawa Barat tahun 1949 oleh Sekarmaji Mari- jan Kartosuwiryo mendirikan negara yang dikepalai seorang imam berdasarkan religi yang fanatik dan dogmatik.
- Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) 1950 oleh Raymon Piere Westerling menjadikan Indonesia sebagai jajahan Belanda.
- Andi Aziz tahun 1950 oleh Kapten KNIL Andi Aziz di Makassar mempertahankan Negara Indonesia Timur dan menolak pasukan TNI.
- RMS tahun 1950 oleh DR CH.R. Soumokil di Maluku mendirikan negara terlepas dari NKRI setelah gagal membantu pemberontakan Andi Aziz.
- DI/TII Kalimantan Selatan 1950 oleh Ibnu Hajar karena ketidakpuasan Ibnu Hajar pindah ke Kalbar.
- DI/TII Sulawesi 1953 oleh Kahar Muzakar karena tidak setuju terhadap keputusan masuknya Korps Cadangan Nasional atau CTN ke dalam APRIS secara bertahap.
- DI/TII Aceh 1953 oleh T. Moch Daud Beureuh karena ketidakpuasan terhadap keputusan peme- rintah yang menjadikan Aceh keresidenan dalam Provinsi Sumut.
- Permesta 1957 di Makassar karena tidak puas dengan APRIS.
- PRRI 1958 di Padang oleh Ahmad Husin, Maludin Simbolon, Dahlan Jambek dan Syafrudin Prawiranegara karena ketimpangan pembangunan.
- Organisasi Papua Merdeka (OPM) 1964 di Ayamaru oleh T.T Aronggear Lodewijk Mandadan dan Ferry Awom dibentuk Belanda melalui putra daerah mendirikan negara Papua.
- G 30 S/PKI untuk mendirikan negara yang beredio- logi komunis menggantikan ideologi Pancasila.
- Gerakan Aceh Merdeka (GAM) 4 Desember 1976 oleh Hasan Tiro karena ketimpangan ekonomi dan bermuara kepada pemisahan dari NKRI.
Wawasan Kebangsaan
Unsur pokok wawasan kebangsaan itu adalah komitmen yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap warga negara, ditetapkan melalui proses politik yang konstitusional dan dilaksanakan dengan konsekuensi hukum yang tinggi. Konsepsi untuk memantapkan wawasan kebangsaan, secara garis besar meliputi tiga dimensi pembinaan, yakni rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan. Read More...
Warganegara dan Kewarganegaraan
Warganegara dan Kewarganegaraan: "Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah."
Read More...
Pemahaman Politik
Politik: "Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik....more"
Read More...
Sistem Politik
Sistem Politik: "Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik"..... more
Read More...
Pemahaman demokrasi
Demokrasi: "Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut"
Read More...
Warganegara dalam suatu negara
Warganegara dalam suatu negara-Kewarganegaraan adalah anggota dalam sebuah komunitas politik (negara), dan dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam politik. Seseorang dengan keanggotaan tersebut disebut warga negara. Istilah ini secara umum mirip dengan kebangsaan, walaupun dimungkinkan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi bangsa dari suatu negara
....more Read More...
....more Read More...
Sejarah Demokrasi
Sejarah Demokrasi-Isitilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara...more
Read More...
Demokrasi di Indonesia
Demokrasi di Indonesia Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat....more
Read More...
Liberalisme dalam kerangka demokrasi
Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme...more
Read More...
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme...more
Read More...
SISTEM POLITIK DEMOKRATIS
SISTEM POLITIK DEMOKRATIS Pada saat ini konon bangsa kita sedang menghadapi reformasi yang kebablasan, sehingga banyak masyarakat yang mengeluh kapan masa transisi rejim lama kepada rejim yang lebih demokratis berakhir.
Sambil menunggu berlalunya masa transisi tersebut, ada baiknya kita menengok sejenak indikator-indikator mana yang dapat menuntun kita ke arah demokrasi....more Read More...
Sambil menunggu berlalunya masa transisi tersebut, ada baiknya kita menengok sejenak indikator-indikator mana yang dapat menuntun kita ke arah demokrasi....more Read More...
Hukum dan politik
Hukum dan politik-Hukum dan politik merupakan subsistem dalam sistem kemasyarakatan. Masing-masing melaksanakan fungsi tertentu untuk menggerakkan sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Secara garis besar hukum berfungsi melakukan social control, dispute settlement dan social engeneering atau inovation.sedangkan fungsi politik meliputi pemeliharaan sistem dan adaptasi (socialization dan recruitment), konversi (rule making, rule aplication, rule adjudication, interestarticulation dan aggregation) dan fungsi kapabilitas (regulatif extractif, distributif dan responsif).
....more Read More...
....more Read More...
Masyarakat Madani
Masyarakat Madani-Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia
Perbincangan tentang masyarakat madani (civil society) di negara kita pada masa akhir-akhir ini menjadi marak bila dibandingknan dengan masa masa sebelumnya. Pembicaraannya bukan hanya mnuncul di kalangan akademik melalui berbagai pertemuan ilmiah, akan tetapi juga dikemukakan oleh para politisi dalam berbagai forum politik....more Read More...
Perbincangan tentang masyarakat madani (civil society) di negara kita pada masa akhir-akhir ini menjadi marak bila dibandingknan dengan masa masa sebelumnya. Pembicaraannya bukan hanya mnuncul di kalangan akademik melalui berbagai pertemuan ilmiah, akan tetapi juga dikemukakan oleh para politisi dalam berbagai forum politik....more Read More...
Wait to born it UU citizenship clearer
Senin, 24 Maret 2008
Wait to born it UU citizenship clearer
Wait to born it UU citizenship clearer
report:
by arif pramono
Some time then, pebulutangkis unlucky origin, east java and former world champion, Hendrawan make a large part society
Some time then, athlete badminton unlucky origin, east java and former world champion, hendrawan make a large part Indonesia society agapes and touched, bot because of the accomplishment but because the citizenship status case.
The long administer citizenship status, pebulutangkis that be cup team victory determinant thomas Indonesia on Malaysian at Ghuangzou China that not also get the right, although bureaucracy stripe has been run.
difficulty news that undergone wawan (intimate calling Hendrawan) final is heard President Megawati Soekarnoputri a little angry and then command the subordinates finishes problem.
only during one day after number person command one in indonesia that go down, citizenship status hendrawan as Indonesia citizen (WNI) finished.
difficulty case gets citizenship status that undergone hendrawan be one of the many cases that undergo another member, especially chinese ethnic.
although they tens year, even the great grand father grand mother lives in Indonesia, but right gets status WNI apparently still difficult got.
luck Hendrawan that has badminton accomplishment incredible and several times make famous nation names at international stage, so that get special attention from government to administers status WNI---problem that previous also twisty.
then how with another chinese ethnic member not has surplus like hendrawan, sure must willing pass long bureaucracy stripe before gets acknowledgement as wni.
in citizenship law workshop at surabaya, monday (4/11), citizenship status problem is serious discussion topic follows plan appointeds draft of law (bill) citizenship.
henry's darmawan, one of the participants of seminar unfolds to return difficulty case gets SBKRI (citizenship bill of evidence Republic Indonesia) that undergone hendrawan consequence not neat it wisdom that appointed government.
" ripe person has liked hendrawan that with all efforts has defended Indonesia name at various badminton championship, hang in doubt the citizenship and questionable SBKRI, " he said.
long rule
difficulty problem gets sbkri that undergone chinese ethnic member in indonesia not gets agreement existence between government china (formerly rrt) with government ri in 22 aprils 1955 about double nationality.
agreement that appointed by prime minister rrt chou en lai
prime minister ri sunario chinese member citizenship exercise the kernel in indonesia permanent uses basis" ius sanguinis" (citizenship every child borns to follow father lineage).
follow agreement, government ri then published amount of law product, one among others number president regulation 10 year 1959 hit chinese ethnic citizenship problem.
impact from out it pp no. 10/1959 that, like to unfolded head leader dpp nation unitary communication forum (fkkb) dr rosita sofjan noer ma, hundreds thousands chinese ethnic member exist in indonesia goes to register self to leave ri.
" judicially they should still given to chance to determine the choice, appropriate double nationality agreement (uu number 2/1958) operative the option 1960 up to 1962. but most of they choose to leave indonesia, " he said.
related to citizenship problem, based on law ketatanegaraan every country according to differ decide or regulate citizenship based on basis that accustommed with country importance concerned.
basis" ius soli" declare every child that born to be citizen from place of birth country, country example that profess this basis united america.
then basis" ius sanguinis" mention every child that born to be citizen follows father lineage and rrt (china) formerly ever apply this basis.
other that is basis" mixture" mean citizenship follows father lineage permanently get to birth as exception. indonesia one of [the] country that profess this mixture basis.
ius soli
related citizenship bill plan, amount of circle evaluates basis ius soli fitest applied in indonesia besides another basis that is ius sanguinis and mixture.
head leader dpp fkkb rosita noer propose citizenship bill in this time being boiled dpr must firmer in determine somebody citizenship.
" fkkb propose so that status determination based on basis 'ius soli (place birth)s, " word rosita in seminar and citizenship law workshop.
follow rosita, visit history experience that in indonesia and cognizance that is us alive in the middle of world society, should there is no again partitions in world society.
from existing citizenship basiss, word rosita, presumably basis" ius soli" (where child gived correcter compared another basis in determine somebody citizenship. " this matter also related to our form of government is that consists of archipelago and located in world trade area with the citizen variety that consist of various tribe, " add it.
indonesia stills then cope to realize" nation and character building" where for that need law fair, firm and transparent.
" therefore, citizenship law later can as 'test case first to realize that thing, " specifically.
hit citizenship problem, chairman mpr ri amien rais moment be speaker in limited discussion" chinese society character and the contribution in build country ri" , at surabaya, saturday (2/11) also declare to agree with step fkkb considering basis ius soli to determine somebody citizenship status.
follow amien rais, this country should give somebody citizenship status, especially chinese ethnic based on place of birth.
" even less, in this time their character either in also also balance with society in general, " he said.
meanwhile, sociologist from christian university petra (ukp) surabaya dr lukas musianto also be informant in seminar same opinion when does basis ius soli worn to determine somebody citizenship status.
follow him, element ius soli, place and external very dominant than internal element so that connect breed with interactions imprecise something that.
" remember situation sosiologis existing, basis ius soli more
correct used to determine citizenship status. on the contrary, base only evoke dissension, history awkwardness, " he said.
commitee chairman ii (law area) dpr ri, a porch narang sh in chance same have a notion really must there change enough mendasar in uu citizenship at period to come.
Follow him, important to remember avoid use
aborigin term or original indonesian because disagree with constitution amendment result 1945 that distinguishes citizen between wni and stranger (wna).
temporary for chinese ethnic group, advanced porch narang, citizenship process not only based in birth and baturalization such as those which there now, constantly require also considering pass registration manner.
besides simplify mixed chinese ethnic crass wants to get status as wni, also applicable for indonesian child the old person long stop out country, but doesn't change citizenship status.
" but registration procedure be wni must be simplified, not twisty, cheap and transparent, doesn't like moment naturalization process formerly, " he said. Read More...
report:
by arif pramono
Some time then, pebulutangkis unlucky origin, east java and former world champion, Hendrawan make a large part society
Some time then, athlete badminton unlucky origin, east java and former world champion, hendrawan make a large part Indonesia society agapes and touched, bot because of the accomplishment but because the citizenship status case.
The long administer citizenship status, pebulutangkis that be cup team victory determinant thomas Indonesia on Malaysian at Ghuangzou China that not also get the right, although bureaucracy stripe has been run.
difficulty news that undergone wawan (intimate calling Hendrawan) final is heard President Megawati Soekarnoputri a little angry and then command the subordinates finishes problem.
only during one day after number person command one in indonesia that go down, citizenship status hendrawan as Indonesia citizen (WNI) finished.
difficulty case gets citizenship status that undergone hendrawan be one of the many cases that undergo another member, especially chinese ethnic.
although they tens year, even the great grand father grand mother lives in Indonesia, but right gets status WNI apparently still difficult got.
luck Hendrawan that has badminton accomplishment incredible and several times make famous nation names at international stage, so that get special attention from government to administers status WNI---problem that previous also twisty.
then how with another chinese ethnic member not has surplus like hendrawan, sure must willing pass long bureaucracy stripe before gets acknowledgement as wni.
in citizenship law workshop at surabaya, monday (4/11), citizenship status problem is serious discussion topic follows plan appointeds draft of law (bill) citizenship.
henry's darmawan, one of the participants of seminar unfolds to return difficulty case gets SBKRI (citizenship bill of evidence Republic Indonesia) that undergone hendrawan consequence not neat it wisdom that appointed government.
" ripe person has liked hendrawan that with all efforts has defended Indonesia name at various badminton championship, hang in doubt the citizenship and questionable SBKRI, " he said.
long rule
difficulty problem gets sbkri that undergone chinese ethnic member in indonesia not gets agreement existence between government china (formerly rrt) with government ri in 22 aprils 1955 about double nationality.
agreement that appointed by prime minister rrt chou en lai
prime minister ri sunario chinese member citizenship exercise the kernel in indonesia permanent uses basis" ius sanguinis" (citizenship every child borns to follow father lineage).
follow agreement, government ri then published amount of law product, one among others number president regulation 10 year 1959 hit chinese ethnic citizenship problem.
impact from out it pp no. 10/1959 that, like to unfolded head leader dpp nation unitary communication forum (fkkb) dr rosita sofjan noer ma, hundreds thousands chinese ethnic member exist in indonesia goes to register self to leave ri.
" judicially they should still given to chance to determine the choice, appropriate double nationality agreement (uu number 2/1958) operative the option 1960 up to 1962. but most of they choose to leave indonesia, " he said.
related to citizenship problem, based on law ketatanegaraan every country according to differ decide or regulate citizenship based on basis that accustommed with country importance concerned.
basis" ius soli" declare every child that born to be citizen from place of birth country, country example that profess this basis united america.
then basis" ius sanguinis" mention every child that born to be citizen follows father lineage and rrt (china) formerly ever apply this basis.
other that is basis" mixture" mean citizenship follows father lineage permanently get to birth as exception. indonesia one of [the] country that profess this mixture basis.
ius soli
related citizenship bill plan, amount of circle evaluates basis ius soli fitest applied in indonesia besides another basis that is ius sanguinis and mixture.
head leader dpp fkkb rosita noer propose citizenship bill in this time being boiled dpr must firmer in determine somebody citizenship.
" fkkb propose so that status determination based on basis 'ius soli (place birth)s, " word rosita in seminar and citizenship law workshop.
follow rosita, visit history experience that in indonesia and cognizance that is us alive in the middle of world society, should there is no again partitions in world society.
from existing citizenship basiss, word rosita, presumably basis" ius soli" (where child gived correcter compared another basis in determine somebody citizenship. " this matter also related to our form of government is that consists of archipelago and located in world trade area with the citizen variety that consist of various tribe, " add it.
indonesia stills then cope to realize" nation and character building" where for that need law fair, firm and transparent.
" therefore, citizenship law later can as 'test case first to realize that thing, " specifically.
hit citizenship problem, chairman mpr ri amien rais moment be speaker in limited discussion" chinese society character and the contribution in build country ri" , at surabaya, saturday (2/11) also declare to agree with step fkkb considering basis ius soli to determine somebody citizenship status.
follow amien rais, this country should give somebody citizenship status, especially chinese ethnic based on place of birth.
" even less, in this time their character either in also also balance with society in general, " he said.
meanwhile, sociologist from christian university petra (ukp) surabaya dr lukas musianto also be informant in seminar same opinion when does basis ius soli worn to determine somebody citizenship status.
follow him, element ius soli, place and external very dominant than internal element so that connect breed with interactions imprecise something that.
" remember situation sosiologis existing, basis ius soli more
correct used to determine citizenship status. on the contrary, base only evoke dissension, history awkwardness, " he said.
commitee chairman ii (law area) dpr ri, a porch narang sh in chance same have a notion really must there change enough mendasar in uu citizenship at period to come.
Follow him, important to remember avoid use
aborigin term or original indonesian because disagree with constitution amendment result 1945 that distinguishes citizen between wni and stranger (wna).
temporary for chinese ethnic group, advanced porch narang, citizenship process not only based in birth and baturalization such as those which there now, constantly require also considering pass registration manner.
besides simplify mixed chinese ethnic crass wants to get status as wni, also applicable for indonesian child the old person long stop out country, but doesn't change citizenship status.
" but registration procedure be wni must be simplified, not twisty, cheap and transparent, doesn't like moment naturalization process formerly, " he said. Read More...
Masyarakat Madani
Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia
Perbincangan tentang masyarakat madani (civil society) di negara kita pada masa akhir-akhir ini menjadi marak bila dibandingknan dengan masa masa sebelumnya. Pembicaraannya bukan hanya mnuncul di kalangan akademik melalui berbagai pertemuan ilmiah, akan tetapi juga dikemukakan oleh para politisi dalam berbagai forum politik.
Para pejabat kita juga sudah mulai latah bicara tentang hal ini dalam berbagai pidato dan sambutannya seperti presiden dalam pidato kenegaraan, dalam SI MPR dalam peringatan hari besar keagmaan. Mereka bicara menurut visi dan pandangan sendiri-sendiri yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Sehingga secara sadar atau tidak kita telah bersepakat bahwa masyarakat madani adalah suatu tipe masyarakat yang akan kita wujudkan dalam kehidupan bangsa Indoensia di masa mendatang.
Dalam suasana yang demikian banyak di antara kita yang belum menyadari bahwa masyarakat madani itu hanyalah sebuah konsep dan tidak ada konsep yang tunggal tentang masyarakat madani dimaksud karena para pakar sejak dulu hingga sekarang berbeda pendapat tentang hal tersebut. Akan tetapi memang ada beberapa kesamaan pandangan di antara mereka mengenai tipe masdyarakat ini.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang berperadapan bukan sebuah masyarakat biadap. Kata civil dalam civil society memang berarti warga, sehingga ada juga yang cenderung menerjemahkannya dengan masyarakat kewargaan, tetapi dari akar kata tersebut muncul istilah civilization yang berarti peradapan.
Begitu juga kata madani yang juga merupakan padanan dari kata majinah yang berarti kota. juga dapat melahirkan kata tamaddun dalam bahasa Arab yang juga mempunyai makna peradapan.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang berperadapan di mana di dalamnya ada keterbukaan sehingga ada juga yang menyebutnya dengan masyarakat terbuka. Menghargai dan mengakui adanya kebersamaan dama semua aspek kehidupann. Adanya jaminan hak dan kebebasan asasi manusia, demokratis dalam pemerintahan dan perpolitikan, memberi peluang yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berperan dalam berbagai urusan kehidupan menentukan nasibnya tanpa harus ada berada pada jalur-jalur formal.
Sehingga ada yang menganggap filsafat tentang masyarakat madani pada dasarnya adalah falsafat tentang LSM (Lembaga swadaya masyarakat) dan menguatnya peran kelas menengah dalam kehidupan ekonomi.
Hal ini menjadi lebih jelas lagi kalau kita telusuri berbagai pandangan dan pendapat yang dikemukakan tokoh-tokoh kita berikut ini.
Kewajiban asasi
Presiden Habibie dalam Pidato Kenegaraan 15 Agustus 1998 menggunakan secara resmi istilah masyarakat madani dalam kehidupan ketatanegaraan di negara kita. Dalam rangka reformasi, menurut Habibie kita berusaha dengan sungguh-sungguh membangun masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis, atas dasar sendi-sendi masyarakat madani (civil society).
Dalam kehidupan masyarakat madani tersebut terdapat keseimbangan antara efektivitas pengawasan sosial atas dasar pelaksananan kebebasan-kebebasan asasi, terutama kebebasan menyatakan pendapat, berkumpul dan serikat, di satu sisi dan tanggung jawab asasi atas dasar kewajiban asasi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada sisi yang lain.
Dalam pidato tersebut, Presiden BJ Habibie juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk besama-sama mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani yang kita cita-citakan tersebut, sebagai salah satu perwujudan dari bangsa Indonesia yang maju dan modern, dalam rangka menghadapi dinamika kehidupan global di abad 21.
Sehubungan dengan itu katanya, untuk menumbuhkan tatanan yang kuat bagi pembentukan masyarakat madani yang merupakan cita-cita kita semua itu, suatu pemilihan umum yang langsung, umum, bebas dan rahasia (luber) serta jujur dan adil yang akan menghasilkan badan legislatif yang benar-benar mengejawantahkan aspirasi rakyat akan mampu menjadi mitra yang seimbang dengan pemerintah.
Sidang Istimewa MPR yang berlangsung 10-13 November lalu sebagai suatu forum yang paling bergensi di negara kita mencatat banyaknya lontaran yang dikemukakan berkenaan dengan masyarakat madani ini.
Ketua MPR H Harmoko, dalam pidato pembukaan Sidang Paripurna Pertama dengan tegas menyatakan bahwa bidang sosial budaya kita akan meletakkan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat madani.
Kemudian istilah ini muncul dalam berbagai pidato pemandangan umum fraksi-fraksi MPR selama persidangan. Fraksi ABRI melalui juru bicaranya Laksamana Madya Widodo AS menyatakan dalam pemandangan umumnya bahwa di bidang politik kita bertekad mewujudkan masyarakat madani yang domokratis.
Fraksi Persatuan Pembangunan melalui juru bicaranya Fachri Hamzah SE menyebutkan salah satu ciri yang menandai zaman baru yang menjadi idaman Fraksi Persatuan Pembangunan adalah terbinanya masyarakat madani yang religius dan berkeadilan sosial.
Sedangkan Fraksi Karya Pembangunan melalui juru bicaranya Ny Aisyah Hamid Baidhowi menyatakan agar proses politik merupakan perwujudan dari reformasi adalah diarahkan pada terbangunnya tatanan masyarakat madani.
Dalam forum ini yang paling banyak berbicara tentang masyarakat madani adalah dari Fraksi Utusan Daerah. Fraksi tersebut melalui juru bicaranya Suryadi Soedirja mengemukakan secara panjang lebar mengenai usaha mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.
Aktualisasi Pancasila
Dengan memperhatikan masukan dari para pemikir, masyarakat dan para cendikiawan melalui berbagai dialog dan seminar Fraksi Utusan Daerah menyebutkan masyarakat Indonesia yang dinamis, adil dan makmur yang berideologi Pancasila yang terbuka dan tumbuh itu sebagai masyarakat madani.
Masyarakat madani ini merupakan aktualisasi dari Pancasila sebagai masyarakat yang dicita-citakan bersama yang diamanatkan dalam UUD 1945. Masyarakat madani adalah masyarakat yang selalu berjuang untuk memperbaiki dirinya sendiri melalui pemikiran kreatif warganya dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang selalu meningkat dan berubah menurut proses untaian prestasi hasil kompetisi yang sehat antarkomponen bangsa.
Dalam kancah pergaulan global yang penuh kompetisi, masyarakat tersebut mempunyai ciri modern yang bersifat terbuka dalam menghadapi perubahan dan pembaharuan diri secara berkelanjutan (adaptif, dapat menyesuaikan diri). Mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dari tingkat pragnatis yang sederhana sampai dengan tingkat maju yang tepat guna sebagai sarana kemajuannya (mengutamakan pendidikann untuk maju). Serta mampu mengendalikan berbagai kekuatan sosial sebagai dasar rujukan kehidupan yang menghormati hukum dan demokrasi.
Pembangunan masyarakat tersebut, menurut Fraksi Utusan Daerah bertumpu pada delapan pilar kehidupan yaitu :
Keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Etika dan moral. Kedaulatan rakyat atau demokrasi. Kebebasan dan keterbukaan. Hukum di atas kekuasaan. Hak asasi. Keadilan sosial dan kelestarian lingkungan
Kedelapan pilar tersebut menurut Fraksi Utusan Daerah merupakan rujukan bagi peningkatan kualitas masyarakat madani. Pada perjalanan reformasi menuju tatanan kehidupan demokrasi yang lebih baik, pengertian masyarakat madani menjadi sangat relevan, karena pengertian dasar tadi yang merupakan perwujudan Pembukaan UUD 1945 dan keterbukaannya beradaptasi dengan tuntutan modernitas dari globalisasi.
Masyarakat ini mempunyai ciri-ciri dan menginginkan. Pertama, rasa keadilan soali serta pemerataan kesempatan tubuh dan kesehatan yang lebih besar. Kedua, perubahan dari bentuk feodalistik ke egalitarian. Ketiga, menginginkan terwadahinya kemajemukan di masyarakat dan menghilangkan monolitik yang mengekang. Keempat, hilangnya segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kelima, hilangnya rasa takut dan berani menyatakan pendapat dan keenam terjadinya saling menghargai dan adanya persaingan sehat dan jujur dalam tingkatan yang setara dari komponen-kompnen sosialnya.
Pemikiran pandangan Fraksi Utusan Daerah yang cukup memberikan kontribusi bagi pengembangan konsep masyarakat madani di negara kita.
Dalam Tap MPR
Secara formal istilah masyarakat madani ini telah digunakan pula Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Ketetapan No X/MPR/1998 tentang pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nsional sebagai Haluan Negara.
Dalam kaitan dengan tujuan reformasi pembangunan pada butir (4) disebutkan meletakkan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi pembangunan agama dan sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat madani.
Kemudian dalam kebijakan Reformasi Pembangunan bidang agama dan sosial budaya disebutkan bahwa penanggulangan krisis di bidang sosial budaya ditujukan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, membangkitkan semangat optimisme dan keyakinan masyarakat Indonesia bahwa krisis nasional bisa diatasi dengan kekuatan sendiri dalam rangka meletakkan dasar-dasar perwujudan masyarakat madani.
Dengan digunakannya istilah masyarakat madani dalam Ketetapan MPR ini maka istilah itu sudah menjadi istilah resmi dalam sistem hukum yang berlaku di negara kita.
Terakhir, Menteri Agama Malik Fajar dalam sambutannya pada Peringatan Nuzulul Quran di Mesjid Istiqlal Jakarta 4 Januari 1999 sehubungan dengan uraian Prof Dr Sofyan Idris dalam ceramahnya pada peringatan tersebut berkenan dengan gagasan Islam tentang terbentuknya masyarakat madani khususnya di Indonesia.
Untuk itu ia menyatakan bahwa harapan terwujudnya Muslim Civil Society yang lebih dekat dengan cita-cita global masyarakat madani itu dari Indonesia tentu bukan merupakan jargon politik belaka.
Kemudian Malik Fajar juga mengkaitkan dengan dasar falsafah Negara Pancasila. Untuk itu ia menyatakan bagi siapa pun tidak bisa memungkiri bahwa lima sila dasar negara yang kita miliki itu sangat kondusif dengan cita-cita kaum muslimin untuk memasuki era global civil society.
Sebab semua sila itu sesungguhnya tidak hanya paralel tetapi jelas merupakan prinsip dasar suatu pandangan hidup, yang cita-cita sosialnya merupakan satu kesatuan atau inheren dengan paham civil society. Paham ini sekarang menjadi jargon politik warga negara dunia yang baru setelah runtuhnya rezim komunis di Rusia dan Eropa Timur.
Berbagai hal yang dikemukakan di atas perlu unruk ikaji lebih jauh karena ia di samping sebagai rangkaian pemikiran baru dalam memberikan kontribusi kepada bangsa kita untuk mewujudkan suatu masyarakat madani di masa yang akan datang tetapi juga dapat dilihat sebagai konsep pemikiran yang sangat relevan untuk merumuskan konsep yang lebih tepat dari apa yang dinamakan masyarakat madani itu.
(H Abdurrahman SH,MH, Dosen Fak Hukum Unlam) Read More...
Perbincangan tentang masyarakat madani (civil society) di negara kita pada masa akhir-akhir ini menjadi marak bila dibandingknan dengan masa masa sebelumnya. Pembicaraannya bukan hanya mnuncul di kalangan akademik melalui berbagai pertemuan ilmiah, akan tetapi juga dikemukakan oleh para politisi dalam berbagai forum politik.
Para pejabat kita juga sudah mulai latah bicara tentang hal ini dalam berbagai pidato dan sambutannya seperti presiden dalam pidato kenegaraan, dalam SI MPR dalam peringatan hari besar keagmaan. Mereka bicara menurut visi dan pandangan sendiri-sendiri yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Sehingga secara sadar atau tidak kita telah bersepakat bahwa masyarakat madani adalah suatu tipe masyarakat yang akan kita wujudkan dalam kehidupan bangsa Indoensia di masa mendatang.
Dalam suasana yang demikian banyak di antara kita yang belum menyadari bahwa masyarakat madani itu hanyalah sebuah konsep dan tidak ada konsep yang tunggal tentang masyarakat madani dimaksud karena para pakar sejak dulu hingga sekarang berbeda pendapat tentang hal tersebut. Akan tetapi memang ada beberapa kesamaan pandangan di antara mereka mengenai tipe masdyarakat ini.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang berperadapan bukan sebuah masyarakat biadap. Kata civil dalam civil society memang berarti warga, sehingga ada juga yang cenderung menerjemahkannya dengan masyarakat kewargaan, tetapi dari akar kata tersebut muncul istilah civilization yang berarti peradapan.
Begitu juga kata madani yang juga merupakan padanan dari kata majinah yang berarti kota. juga dapat melahirkan kata tamaddun dalam bahasa Arab yang juga mempunyai makna peradapan.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang berperadapan di mana di dalamnya ada keterbukaan sehingga ada juga yang menyebutnya dengan masyarakat terbuka. Menghargai dan mengakui adanya kebersamaan dama semua aspek kehidupann. Adanya jaminan hak dan kebebasan asasi manusia, demokratis dalam pemerintahan dan perpolitikan, memberi peluang yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berperan dalam berbagai urusan kehidupan menentukan nasibnya tanpa harus ada berada pada jalur-jalur formal.
Sehingga ada yang menganggap filsafat tentang masyarakat madani pada dasarnya adalah falsafat tentang LSM (Lembaga swadaya masyarakat) dan menguatnya peran kelas menengah dalam kehidupan ekonomi.
Hal ini menjadi lebih jelas lagi kalau kita telusuri berbagai pandangan dan pendapat yang dikemukakan tokoh-tokoh kita berikut ini.
Kewajiban asasi
Presiden Habibie dalam Pidato Kenegaraan 15 Agustus 1998 menggunakan secara resmi istilah masyarakat madani dalam kehidupan ketatanegaraan di negara kita. Dalam rangka reformasi, menurut Habibie kita berusaha dengan sungguh-sungguh membangun masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis, atas dasar sendi-sendi masyarakat madani (civil society).
Dalam kehidupan masyarakat madani tersebut terdapat keseimbangan antara efektivitas pengawasan sosial atas dasar pelaksananan kebebasan-kebebasan asasi, terutama kebebasan menyatakan pendapat, berkumpul dan serikat, di satu sisi dan tanggung jawab asasi atas dasar kewajiban asasi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada sisi yang lain.
Dalam pidato tersebut, Presiden BJ Habibie juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk besama-sama mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani yang kita cita-citakan tersebut, sebagai salah satu perwujudan dari bangsa Indonesia yang maju dan modern, dalam rangka menghadapi dinamika kehidupan global di abad 21.
Sehubungan dengan itu katanya, untuk menumbuhkan tatanan yang kuat bagi pembentukan masyarakat madani yang merupakan cita-cita kita semua itu, suatu pemilihan umum yang langsung, umum, bebas dan rahasia (luber) serta jujur dan adil yang akan menghasilkan badan legislatif yang benar-benar mengejawantahkan aspirasi rakyat akan mampu menjadi mitra yang seimbang dengan pemerintah.
Sidang Istimewa MPR yang berlangsung 10-13 November lalu sebagai suatu forum yang paling bergensi di negara kita mencatat banyaknya lontaran yang dikemukakan berkenaan dengan masyarakat madani ini.
Ketua MPR H Harmoko, dalam pidato pembukaan Sidang Paripurna Pertama dengan tegas menyatakan bahwa bidang sosial budaya kita akan meletakkan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat madani.
Kemudian istilah ini muncul dalam berbagai pidato pemandangan umum fraksi-fraksi MPR selama persidangan. Fraksi ABRI melalui juru bicaranya Laksamana Madya Widodo AS menyatakan dalam pemandangan umumnya bahwa di bidang politik kita bertekad mewujudkan masyarakat madani yang domokratis.
Fraksi Persatuan Pembangunan melalui juru bicaranya Fachri Hamzah SE menyebutkan salah satu ciri yang menandai zaman baru yang menjadi idaman Fraksi Persatuan Pembangunan adalah terbinanya masyarakat madani yang religius dan berkeadilan sosial.
Sedangkan Fraksi Karya Pembangunan melalui juru bicaranya Ny Aisyah Hamid Baidhowi menyatakan agar proses politik merupakan perwujudan dari reformasi adalah diarahkan pada terbangunnya tatanan masyarakat madani.
Dalam forum ini yang paling banyak berbicara tentang masyarakat madani adalah dari Fraksi Utusan Daerah. Fraksi tersebut melalui juru bicaranya Suryadi Soedirja mengemukakan secara panjang lebar mengenai usaha mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.
Aktualisasi Pancasila
Dengan memperhatikan masukan dari para pemikir, masyarakat dan para cendikiawan melalui berbagai dialog dan seminar Fraksi Utusan Daerah menyebutkan masyarakat Indonesia yang dinamis, adil dan makmur yang berideologi Pancasila yang terbuka dan tumbuh itu sebagai masyarakat madani.
Masyarakat madani ini merupakan aktualisasi dari Pancasila sebagai masyarakat yang dicita-citakan bersama yang diamanatkan dalam UUD 1945. Masyarakat madani adalah masyarakat yang selalu berjuang untuk memperbaiki dirinya sendiri melalui pemikiran kreatif warganya dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang selalu meningkat dan berubah menurut proses untaian prestasi hasil kompetisi yang sehat antarkomponen bangsa.
Dalam kancah pergaulan global yang penuh kompetisi, masyarakat tersebut mempunyai ciri modern yang bersifat terbuka dalam menghadapi perubahan dan pembaharuan diri secara berkelanjutan (adaptif, dapat menyesuaikan diri). Mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dari tingkat pragnatis yang sederhana sampai dengan tingkat maju yang tepat guna sebagai sarana kemajuannya (mengutamakan pendidikann untuk maju). Serta mampu mengendalikan berbagai kekuatan sosial sebagai dasar rujukan kehidupan yang menghormati hukum dan demokrasi.
Pembangunan masyarakat tersebut, menurut Fraksi Utusan Daerah bertumpu pada delapan pilar kehidupan yaitu :
Keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Etika dan moral. Kedaulatan rakyat atau demokrasi. Kebebasan dan keterbukaan. Hukum di atas kekuasaan. Hak asasi. Keadilan sosial dan kelestarian lingkungan
Kedelapan pilar tersebut menurut Fraksi Utusan Daerah merupakan rujukan bagi peningkatan kualitas masyarakat madani. Pada perjalanan reformasi menuju tatanan kehidupan demokrasi yang lebih baik, pengertian masyarakat madani menjadi sangat relevan, karena pengertian dasar tadi yang merupakan perwujudan Pembukaan UUD 1945 dan keterbukaannya beradaptasi dengan tuntutan modernitas dari globalisasi.
Masyarakat ini mempunyai ciri-ciri dan menginginkan. Pertama, rasa keadilan soali serta pemerataan kesempatan tubuh dan kesehatan yang lebih besar. Kedua, perubahan dari bentuk feodalistik ke egalitarian. Ketiga, menginginkan terwadahinya kemajemukan di masyarakat dan menghilangkan monolitik yang mengekang. Keempat, hilangnya segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kelima, hilangnya rasa takut dan berani menyatakan pendapat dan keenam terjadinya saling menghargai dan adanya persaingan sehat dan jujur dalam tingkatan yang setara dari komponen-kompnen sosialnya.
Pemikiran pandangan Fraksi Utusan Daerah yang cukup memberikan kontribusi bagi pengembangan konsep masyarakat madani di negara kita.
Dalam Tap MPR
Secara formal istilah masyarakat madani ini telah digunakan pula Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Ketetapan No X/MPR/1998 tentang pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nsional sebagai Haluan Negara.
Dalam kaitan dengan tujuan reformasi pembangunan pada butir (4) disebutkan meletakkan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi pembangunan agama dan sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat madani.
Kemudian dalam kebijakan Reformasi Pembangunan bidang agama dan sosial budaya disebutkan bahwa penanggulangan krisis di bidang sosial budaya ditujukan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, membangkitkan semangat optimisme dan keyakinan masyarakat Indonesia bahwa krisis nasional bisa diatasi dengan kekuatan sendiri dalam rangka meletakkan dasar-dasar perwujudan masyarakat madani.
Dengan digunakannya istilah masyarakat madani dalam Ketetapan MPR ini maka istilah itu sudah menjadi istilah resmi dalam sistem hukum yang berlaku di negara kita.
Terakhir, Menteri Agama Malik Fajar dalam sambutannya pada Peringatan Nuzulul Quran di Mesjid Istiqlal Jakarta 4 Januari 1999 sehubungan dengan uraian Prof Dr Sofyan Idris dalam ceramahnya pada peringatan tersebut berkenan dengan gagasan Islam tentang terbentuknya masyarakat madani khususnya di Indonesia.
Untuk itu ia menyatakan bahwa harapan terwujudnya Muslim Civil Society yang lebih dekat dengan cita-cita global masyarakat madani itu dari Indonesia tentu bukan merupakan jargon politik belaka.
Kemudian Malik Fajar juga mengkaitkan dengan dasar falsafah Negara Pancasila. Untuk itu ia menyatakan bagi siapa pun tidak bisa memungkiri bahwa lima sila dasar negara yang kita miliki itu sangat kondusif dengan cita-cita kaum muslimin untuk memasuki era global civil society.
Sebab semua sila itu sesungguhnya tidak hanya paralel tetapi jelas merupakan prinsip dasar suatu pandangan hidup, yang cita-cita sosialnya merupakan satu kesatuan atau inheren dengan paham civil society. Paham ini sekarang menjadi jargon politik warga negara dunia yang baru setelah runtuhnya rezim komunis di Rusia dan Eropa Timur.
Berbagai hal yang dikemukakan di atas perlu unruk ikaji lebih jauh karena ia di samping sebagai rangkaian pemikiran baru dalam memberikan kontribusi kepada bangsa kita untuk mewujudkan suatu masyarakat madani di masa yang akan datang tetapi juga dapat dilihat sebagai konsep pemikiran yang sangat relevan untuk merumuskan konsep yang lebih tepat dari apa yang dinamakan masyarakat madani itu.
(H Abdurrahman SH,MH, Dosen Fak Hukum Unlam) Read More...
Hukum dan politik
Hukum dan politik merupakan subsistem dalam sistem kemasyarakatan. Masing-masing melaksanakan fungsi tertentu untuk menggerakkan sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Secara garis besar hukum berfungsi melakukan social control, dispute settlement dan social engeneering atau inovation.sedangkan fungsi politik meliputi pemeliharaan sistem dan adaptasi (socialization dan recruitment), konversi (rule making, rule aplication, rule adjudication, interestarticulation dan aggregation) dan fungsi kapabilitas (regulatif extractif, distributif dan responsif).
Hukum memberikan kompetensi untuk para pemegang kekuasaan politik berupa jabatan-jabatan dan wewenang sah untuk melakukan tindakan-tindakan politik bilamana perlu dengan menggunakan sarana pemaksa. Hukum merupakan pedoman yang mapan bagi kekuasan politik untuk mengambil keputusan dan tindakan-tindakan sebagai kerangka untuk rekayasa sosial secar tertib. Prof. Max Radin menyatakan bahwa hukum adalah teknik untuk mengemudikan suatu mekanisme sosial yang ruwet. Dilain pihak hukumtidak efektif kecuali bila mendapatkan pengakuan dan diberi sanksi oleh kekuasaan politik. Karena itu Maurice Duverger (Sosiologi Politik 1981:358) menyatakan: "hukum didefini- sikan oleh kekuasaan; dia terdiri dari tubuh undang-undang dan prosedur yang dibuat atau diakui oleh kekuasaan politik
Hukum dan politik sebagai subsistem kemasyarakatan adalah bersifat terbuka, karena itu keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi ole subsistem lainnya maupun oleh sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Walaupun hukum dan politik mempunyai fungsi dan dasar pembenaran yang berbeda, namun keduanya tidak saling bertentangan. Tetapi saling melengkapi. Masing-masing memberikan kontribusi sesuai dengan fungsinya untuk menggerakkan sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Dalam masyarakat yang terbuka dan relatif stabil sistem hukum dan politiknya selalu dijaga keseimbangannya, di samping sistem-sitem lainnya yang ada dalam suatu masyarakat.
Hukum dan politik mempunyai kedudukan yang sejajar. Hukum tidak dapat ditafsirkan sebagai bagian dari sistem politik. Demikian juga sebaliknya. Realitas hubungan hukum dan politik tidak sepenuhnya ditentukan oleh prinsp-prinsip yang diatur dalam suatu sistem konstitusi, tetapi lebih dtentukan oleh komitmen rakyat dan elit politik untuk bersungguh-sungguh melaksanakan konstitusi tersebut sesuai dengan semangat dan jiwanya. Sebab suatu sistem konstitusi hanya mengasumsikan ditegakkannya prinsi-prinsip tertentu, tetapi tidak bisa secara otomatis mewujudkan prinsi-prinsip tersebut. Prinsip-prinsip obyektif dari sistem hukum (konstitusi) sering dicemari oleh kepentingan-kepentingan subyektif penguasa politik untuk memperkokoh posisi politiknya, sehingga prinsip-prinsip konstitusi jarang terwujud menjadi apa yang seharusnya, bahkan sering dimanipulasi atau diselewengkan
Penyelewengan prinsi-prinsip hukum terjadi karena politik cenderung mengkonsentrasikan kekuasaan ditangannya dengan memonopoli alat-alat kekuasaan demi tercapainya kepentingan-kepentingan politik tertentu. Di samping itu seperti dicatat oleh Virginia Held (Etika Moral 1989; 144) keputusan-keputusan politik dapat bersifat sepenuhnya ekstra legal, selama orang-orang yang dipengaruhinya menerima sebagai berwenang. Jika keputusan seorang pemimpin, betapapun sewenang wenang ataupun tidak berhubungan dengan peraturan-peraturan tertentu, diterima oleh para pengikutnya, maka keputusan itu mempunyai kekuatan politik yang sah. Dengan memonopoli penggunaan alat-alat kekuasaan dan mengkondisikan penerimaan oleh masyarakat, maka politik mampu menciptakan kekuasaan efektif tanpa memerlukan legalitas hukum
Hukum tidak ditempatkan pada posisi sentral protes input output sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, kita mengalami hubungan hukum dengan politik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diamanatkan dalam UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 dengan jelas mengamanatkan susunan negara RI yang berkedaulatan rakyat . Dan penjelasan umum UUD 1945 mengenai sistem Pemerintahan Negara dengan gamblang menentukan antara lain bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat) serta pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Di masa Orde Lama prinsip-prinsip tersebut diselewengkan. Kedaulatan tidak berada di tangan rakyat, tetapi berpindah ke tangan "Pemimpin Besar Revolusi". Hukum disubordinasikan pada politik Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi dalam praktek menjadi pemerintahan berdasar Penetapan Presiden (Penpres) dan Peraturan Presiden (perpres). Hubungan hukum dan politik pada Orde Lama berjalan tidak seimbang. Hukum kehilangan wibawanya dan melorot peranannya menjadi pelayan kepentingan politik, karena waktu itu politik dinobatkan menjadi panglima. Orde Baru yang bangkit pada awal tahun 1966 melakukan koreksi terhadap berbagai penyelewengan yang terjadi pada masa Orde Lama dan bertekad mengembalikan tatanan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.
Hasil-hasil selama ini tampak nyata khususnya dalam penataan kembali kehidupan hukum dan politik sebagai pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun perlu dicatat pula bahwa dalam perjalanan waktu tampaknya godaan pragmatisme pembangunan sulit dikendalikan, di mana pencapaian sasaran-sasaran kuantitatif yang terukur dengan angka-angka statistik menjadi ukuran keberhasilan. Artinya dasar pembenaran teleogis dari politik yang mengedepan, tidak diimbangi oleh pembenaran deontologis dari sistem hukum yang menekankan pada prinsip-prinsip yang seharusnya ditegakkan berdasarkan konstitusi dan hukum.
Di samping itu kekuasaan tak jarang menampakkan wajahnya yang arogan dan tak terjangkau oleh kontrol hukum maupun rakyat melalui lembaga perwakilan. Padahal salah satu esensi dari negara yang berdasar atas hukum adalah bahwa kekuasaanpun mesti tunduk dan bertanggung jawab untuk mematuhi hukum. Kekuasaan politik yang dijalankan dengan menghormati hukum, merupakan yang dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat yang berdaulat. Carol C Gould (Demokrasi ditinjau Kembali 1993: 244) menyatakan: "mematuhi hukum sebagai bagian dari kewajiban politik". Aturan hukum dan juga kehidupan sosial yang berperaturan berfungsi sebagai salah satu kondisi bagi kepelakuan. Hukum mencegah gangguan dan sekaligus menjaga stabilitas dan koordinasi kegiatan masyarakat. Dengan demikian memungkinkan tindakan orang lain dan membuat rencana masa depan.
Gejala mengutamakan pencapaian target dengan kurang mengindahkan prinsip-prinsip yang mesti ditegakkan dan arogansi kekuasaan apabila tidak segera diatasi merupakan kendala dalam merealisasikan komitmen Orde Baru untuk menegakkan konstitusi, demokrasi dan hukum. Untuk menegakkan konstitusi, demokrasi dan hukum tak cukup hanya dengan kemauan politik yang selalu dijadikan retorika, yang lebih penting adalah melakukan upaya nyata melaksanakan konstitusi, mengembangkan demokrasi dan membangun wibawa hukum dalam praktek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal itu akan menjadi realitas apabila sistem hukum dan politik berfungsi dengan baik menurut kewenangan-kewenangan sah yang diatur dalam konstitusi. Sistem check and balance akan terlaksana bila kekuasaan politik menghormati hukum dan dikontrol oleh rakyat secara efektif melalui lembaga perwakilan rakyat. Untuk mewujudkan lembaga hukum dan politik yang saling melengkapi memang diperlukan komitmen yang kuat dan kesungguhan melaksanakan demokratisasi dan penegakkan wibawa hukum. Semua itu bergantung kepada pemahaman dan tanggung jawab kita yang lebih dalam untuk memfungsikan lembaga hukum dan politik sesuai dengan jiwa dan semangat konstitusi, maupun dalam membangun budaya masyarakat yang kondusif untuk menegakkan prinsip-prinsip tersebut (geocities-Oka Mahendra ) Read More...
Hukum memberikan kompetensi untuk para pemegang kekuasaan politik berupa jabatan-jabatan dan wewenang sah untuk melakukan tindakan-tindakan politik bilamana perlu dengan menggunakan sarana pemaksa. Hukum merupakan pedoman yang mapan bagi kekuasan politik untuk mengambil keputusan dan tindakan-tindakan sebagai kerangka untuk rekayasa sosial secar tertib. Prof. Max Radin menyatakan bahwa hukum adalah teknik untuk mengemudikan suatu mekanisme sosial yang ruwet. Dilain pihak hukumtidak efektif kecuali bila mendapatkan pengakuan dan diberi sanksi oleh kekuasaan politik. Karena itu Maurice Duverger (Sosiologi Politik 1981:358) menyatakan: "hukum didefini- sikan oleh kekuasaan; dia terdiri dari tubuh undang-undang dan prosedur yang dibuat atau diakui oleh kekuasaan politik
Hukum dan politik sebagai subsistem kemasyarakatan adalah bersifat terbuka, karena itu keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi ole subsistem lainnya maupun oleh sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Walaupun hukum dan politik mempunyai fungsi dan dasar pembenaran yang berbeda, namun keduanya tidak saling bertentangan. Tetapi saling melengkapi. Masing-masing memberikan kontribusi sesuai dengan fungsinya untuk menggerakkan sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Dalam masyarakat yang terbuka dan relatif stabil sistem hukum dan politiknya selalu dijaga keseimbangannya, di samping sistem-sitem lainnya yang ada dalam suatu masyarakat.
Hukum dan politik mempunyai kedudukan yang sejajar. Hukum tidak dapat ditafsirkan sebagai bagian dari sistem politik. Demikian juga sebaliknya. Realitas hubungan hukum dan politik tidak sepenuhnya ditentukan oleh prinsp-prinsip yang diatur dalam suatu sistem konstitusi, tetapi lebih dtentukan oleh komitmen rakyat dan elit politik untuk bersungguh-sungguh melaksanakan konstitusi tersebut sesuai dengan semangat dan jiwanya. Sebab suatu sistem konstitusi hanya mengasumsikan ditegakkannya prinsi-prinsip tertentu, tetapi tidak bisa secara otomatis mewujudkan prinsi-prinsip tersebut. Prinsip-prinsip obyektif dari sistem hukum (konstitusi) sering dicemari oleh kepentingan-kepentingan subyektif penguasa politik untuk memperkokoh posisi politiknya, sehingga prinsip-prinsip konstitusi jarang terwujud menjadi apa yang seharusnya, bahkan sering dimanipulasi atau diselewengkan
Penyelewengan prinsi-prinsip hukum terjadi karena politik cenderung mengkonsentrasikan kekuasaan ditangannya dengan memonopoli alat-alat kekuasaan demi tercapainya kepentingan-kepentingan politik tertentu. Di samping itu seperti dicatat oleh Virginia Held (Etika Moral 1989; 144) keputusan-keputusan politik dapat bersifat sepenuhnya ekstra legal, selama orang-orang yang dipengaruhinya menerima sebagai berwenang. Jika keputusan seorang pemimpin, betapapun sewenang wenang ataupun tidak berhubungan dengan peraturan-peraturan tertentu, diterima oleh para pengikutnya, maka keputusan itu mempunyai kekuatan politik yang sah. Dengan memonopoli penggunaan alat-alat kekuasaan dan mengkondisikan penerimaan oleh masyarakat, maka politik mampu menciptakan kekuasaan efektif tanpa memerlukan legalitas hukum
Hukum tidak ditempatkan pada posisi sentral protes input output sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, kita mengalami hubungan hukum dengan politik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diamanatkan dalam UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 dengan jelas mengamanatkan susunan negara RI yang berkedaulatan rakyat . Dan penjelasan umum UUD 1945 mengenai sistem Pemerintahan Negara dengan gamblang menentukan antara lain bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat) serta pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Di masa Orde Lama prinsip-prinsip tersebut diselewengkan. Kedaulatan tidak berada di tangan rakyat, tetapi berpindah ke tangan "Pemimpin Besar Revolusi". Hukum disubordinasikan pada politik Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi dalam praktek menjadi pemerintahan berdasar Penetapan Presiden (Penpres) dan Peraturan Presiden (perpres). Hubungan hukum dan politik pada Orde Lama berjalan tidak seimbang. Hukum kehilangan wibawanya dan melorot peranannya menjadi pelayan kepentingan politik, karena waktu itu politik dinobatkan menjadi panglima. Orde Baru yang bangkit pada awal tahun 1966 melakukan koreksi terhadap berbagai penyelewengan yang terjadi pada masa Orde Lama dan bertekad mengembalikan tatanan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.
Hasil-hasil selama ini tampak nyata khususnya dalam penataan kembali kehidupan hukum dan politik sebagai pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun perlu dicatat pula bahwa dalam perjalanan waktu tampaknya godaan pragmatisme pembangunan sulit dikendalikan, di mana pencapaian sasaran-sasaran kuantitatif yang terukur dengan angka-angka statistik menjadi ukuran keberhasilan. Artinya dasar pembenaran teleogis dari politik yang mengedepan, tidak diimbangi oleh pembenaran deontologis dari sistem hukum yang menekankan pada prinsip-prinsip yang seharusnya ditegakkan berdasarkan konstitusi dan hukum.
Di samping itu kekuasaan tak jarang menampakkan wajahnya yang arogan dan tak terjangkau oleh kontrol hukum maupun rakyat melalui lembaga perwakilan. Padahal salah satu esensi dari negara yang berdasar atas hukum adalah bahwa kekuasaanpun mesti tunduk dan bertanggung jawab untuk mematuhi hukum. Kekuasaan politik yang dijalankan dengan menghormati hukum, merupakan yang dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat yang berdaulat. Carol C Gould (Demokrasi ditinjau Kembali 1993: 244) menyatakan: "mematuhi hukum sebagai bagian dari kewajiban politik". Aturan hukum dan juga kehidupan sosial yang berperaturan berfungsi sebagai salah satu kondisi bagi kepelakuan. Hukum mencegah gangguan dan sekaligus menjaga stabilitas dan koordinasi kegiatan masyarakat. Dengan demikian memungkinkan tindakan orang lain dan membuat rencana masa depan.
Gejala mengutamakan pencapaian target dengan kurang mengindahkan prinsip-prinsip yang mesti ditegakkan dan arogansi kekuasaan apabila tidak segera diatasi merupakan kendala dalam merealisasikan komitmen Orde Baru untuk menegakkan konstitusi, demokrasi dan hukum. Untuk menegakkan konstitusi, demokrasi dan hukum tak cukup hanya dengan kemauan politik yang selalu dijadikan retorika, yang lebih penting adalah melakukan upaya nyata melaksanakan konstitusi, mengembangkan demokrasi dan membangun wibawa hukum dalam praktek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal itu akan menjadi realitas apabila sistem hukum dan politik berfungsi dengan baik menurut kewenangan-kewenangan sah yang diatur dalam konstitusi. Sistem check and balance akan terlaksana bila kekuasaan politik menghormati hukum dan dikontrol oleh rakyat secara efektif melalui lembaga perwakilan rakyat. Untuk mewujudkan lembaga hukum dan politik yang saling melengkapi memang diperlukan komitmen yang kuat dan kesungguhan melaksanakan demokratisasi dan penegakkan wibawa hukum. Semua itu bergantung kepada pemahaman dan tanggung jawab kita yang lebih dalam untuk memfungsikan lembaga hukum dan politik sesuai dengan jiwa dan semangat konstitusi, maupun dalam membangun budaya masyarakat yang kondusif untuk menegakkan prinsip-prinsip tersebut (geocities-Oka Mahendra ) Read More...
SISTEM POLITIK DEMOKRATIS
Pada saat ini konon bangsa kita sedang menghadapi reformasi yang kebablasan, sehingga banyak masyarakat yang mengeluh kapan masa transisi rejim lama kepada rejim yang lebih demokratis berakhir.
Sambil menunggu berlalunya masa transisi tersebut, ada baiknya kita menengok sejenak indikator-indikator mana yang dapat menuntun kita ke arah demokrasi.
Sistem demokrasi dapat diukur antara lain dari peranan partai politik dan standar penampilan politiknya. Apa yang dimaksud dengan penampilan politik itu? Ada tiga standar penampilan yakni partisipasi warga negara dalam pemilihan, stabilitas pemerintahan dan terjaminnya tata tertib masyarakat.
Partisipasi warga dalam pemilihan
Partisipasi warga negara dalam pemilihan kompetitif adalah sifat khusus yang membedakan politik demokratis dari politik nondemokratis. Partisipasi penuh dari warga negara bukan hanya memperkuat legitimasi sistem politik demokratis tapi juga membantu mencegah terjadinya kekerasan politik dan munyalurkannya ke dalam kompetisi regular. Beberapa faktor partisipasi pemilihan antara lain:
Banyaknya partisipasi.
Banyaknya peserta pemilu hanya salah satu bentuk partisipasi dalam proses politik. Partisipasi dalam sistem demokratis dapat pula dilakukan dalam format lain seperti diskusi isu-isu yang sedang hangat, mobilisasi massa dalam kampanye, usaha kolektif untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, serta komunikasi dengan pejabat pemerintah. Aneka bentuk partisipasi manyebabkan jumlah partisipan dalam pemilihan bukan satu-satunya indikator tinggi-rendahnya partisipasi politik. Itulah sababnya peserta pemilu rendah di AS, Swiss, Turki dan Jamaica.
Makna Pemilihan.
Pemilihan menjadi berarti jika ia mengubah pemerintahan berdasarkan ketentuan bahwa partai pemenang menggantikan partai yang dikalahkan dalam pemiliham seperti di Amerika. Namun demikian bukan berarti bahwa tidak adanya perubahan pemerintahan adalah cermin dari keadaan tidak demokratis. Bisa jadi partai tertentu seperti LDP di Jepang terus-menerus memerintah. Hal ini bisa terjadi karena kepercayaan terhadap LDP sangat tinggi, sehingga terpilihnya partai lain justru menumbuhkan keraguan di pihak massa pemilih.
Stabilitas dan Efektifitas Pemerintahan .
Stabilitas pemerintahan parlementer diukur dari apakah ada perubahan komposisi partai politik di kabinet dan juga Perdana Menteri tidak berhenti secara paksa. Stabilitas pemerintahan presidensiil diukur dari kelangsungan presiden sekalipun kabinet mengalami perubahan. Akhir sebuah pemerintahan adalah bila terjadi pemilihan, atau masuk atau keluarnya sebuah partai dari kabinet, intervensi militer.
Efektifitas sistem parlementer lebih mudah diukur daripada sistem presidensiil. Dalam sistem parlementer, selama mayoritas parlemen tetap dikuasai kabinet maka pemerintahan tersebut stabil. Ditinjau dari ukuran ini maka AS tidak tergolong ke dalam pemerintahan yang efektif. Karena Konggres dikuasai partai lawan dalam jangka waktu lama.
Pemeliharaan Tatanan Politik:
Dalam rejim-rejim non demokratis sedikit sekali kesempatan untuk mengoreksi pemerintahan. Kritik dibatasi dalam bentuk petisi atau hanya boleh dilakukan oleh kalangan elit tertentu. Sementara itu konflik dan ketegangan politik cenderung ditekan semaksimal mungkin hingga mencapai titik terendah. Jika perlu digunakan kekerasan untuk melancarkan penekanan tersebut.
Dalam sistem demokrasi koreksi, konflik dan perbedaan pendapat disalurkan melalui lembaga pemilihan. Jadi melalui pemilihan koreksi terhadap pemerintah dapat dilakukan secara resmi oleh setiap warga negara dewasa.
Ukuran kegagalan tatanan politik.
Kegagalan tatanan politik dapat diukur antara lain dari indikator kerusuhan (riots), kematian (deaths) dan penundaaan peme-rintahan demokratis.
Kerusuhan adalah sejumlah besar warga negara beraksi di luar kontrol tanpa perencanaan dan merusak barang-barang penduduk. Amerika dan India tergolong ke dalam ranking tertihggi dalam hal kerusuhan. Kematian bisa terjadi akibat dari kerusuhan atau teroris berseniata. India dan Philipina menduduki ranking teratas dalam hal kematian karena kekerasan politik.
Penundaan/penghapusan sistem demokrasi dapat terjadi karena intervensi militer atau jika kegiatan politik dilarang oleh pemerintah atau pencabutan hak-hak sipil oleh rejim berkuasa.
Demokrasi berjalan dengan baik pada negara-negara yang penduduknya berukuran kecil, dengan tingkat pembangunan ekonomi yang tinggi serta homogenitas etnis. Sebaliknya, negara-negara besar lebih banyak diwarnai dengan kerusuhan dan kematian akibat dari kekerasan politik. Negara dengan pertumbuhan ekonomi rendah serta miskin umumnya juga banyak terjadi kekerasan dan kematian politik, tingkat partisipasinya rendah dan pemerintahannya tidak stabil.
Keterlibatan Warga Negara
Wajib memilih dan jumlah pencoblos negara-negara demokrasi yang menerapkan kewajiban memilih bagi warganya disertai dengan sangsi hukuman antara lain adalah Australia, Belgia, Belanda, Venezuela dan Costa Rica. Di negara-negara ini kewajiban mencoblos mengakibatkan jumlah pencoblos jauh lebih tinggi dari negara-negara yang tidak mewajibkan warga negaranya untuk mencoblos seperti Amerika misalnya. Sebaliknya Belanda yang berusaha untuk menghapus ketentuan tersebut menderita penurunan jumlah pencoblos. Sementara Uruguay dengan mengeluarkan ketentuan wajib memilih memperoleh hasil lebih banyak pencoblos dari pada sebelumnya.
Mobilisasi Partai
Di Eropa hubungan antara kelompok-kelompok di msyarakat dengan partai politik mempengaruhi jumlah pencoblos dalam pemilihan. Misalnya, petani lebih percaya dengan pemerintahan yang didominasi oleh partai "Rakyat". Sementara kalangan buruh lebih cenderung memilih pemerintahan dari partai "sosialis". Sebaliknya di negara-negara lain partai tergantung dari berbagai jenis dan lapisan masyarakat yang bersifat plural.
Konstitusi Dan Penampilan Politik.
Hubungan antara konstitusi dan penampilan politik terwujud dalam bentuk-bentuk sistem pemerintahan seperti sistem prasidensial dan parlementer.
Sistem Presidensial
Ciri utamanya adalah presiden (top executive) dipilih untuk suatu periode tertentu dan dilakukan melalui pemilihan langsung. Bentuk pemerintahan ini mumungkinkan stabilitas eksekutif.
Jika eksekutif dipilih secara langsung maka ia memiliki basis pemilih sendiri sehingga tidak tergantung pada badan legislatif. Dengan demikian presiden tidak mudah digulingkan oleh parlemen yang mungkin saja menguasai mayoritas parlemen. Namun demikian pemisahan secara tegas kekuasaan presiden (eksekutif) dengan kekuasaan legisistif sering menghalangi pelaksanaan program pemerintah. Khususnya jika parlemen tidak setuju dengan program pemerintah. Jika parlemen dikuasai oleh oposisi maka besar kemungkinan pemerintah akan menjadi pamerintah minoritas. Situasi dimana partai menguasai hak eksekutif maupun legislatif juga mungkin terjadi. Dalam keadaan seperti ini jelas bahwa eksekutif sangat dominan, dominasi eksekutif bukan tanpa bahaya. Karena eksekutif dominan jika terancam kelangsungan pemerintahannya dapat mengubah sistem demokrasi munjadi non demokrasi seperti di Philipina.
Sistem Parlementer
Sistem Parlementer cenderung lebih stabil dan efektif karena partai yang berkuasa di cabang eksekutif dapat mengendalikan pemerintah serta kebijaksanaan Kabinet misalnya dapat menggunakan kekuasaan pemerintah untuk memperkuat, posisi partai yang berkuasa
(Buletin Balitbang Dephan) Read More...
Sambil menunggu berlalunya masa transisi tersebut, ada baiknya kita menengok sejenak indikator-indikator mana yang dapat menuntun kita ke arah demokrasi.
Sistem demokrasi dapat diukur antara lain dari peranan partai politik dan standar penampilan politiknya. Apa yang dimaksud dengan penampilan politik itu? Ada tiga standar penampilan yakni partisipasi warga negara dalam pemilihan, stabilitas pemerintahan dan terjaminnya tata tertib masyarakat.
Partisipasi warga dalam pemilihan
Partisipasi warga negara dalam pemilihan kompetitif adalah sifat khusus yang membedakan politik demokratis dari politik nondemokratis. Partisipasi penuh dari warga negara bukan hanya memperkuat legitimasi sistem politik demokratis tapi juga membantu mencegah terjadinya kekerasan politik dan munyalurkannya ke dalam kompetisi regular. Beberapa faktor partisipasi pemilihan antara lain:
Banyaknya partisipasi.
Banyaknya peserta pemilu hanya salah satu bentuk partisipasi dalam proses politik. Partisipasi dalam sistem demokratis dapat pula dilakukan dalam format lain seperti diskusi isu-isu yang sedang hangat, mobilisasi massa dalam kampanye, usaha kolektif untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, serta komunikasi dengan pejabat pemerintah. Aneka bentuk partisipasi manyebabkan jumlah partisipan dalam pemilihan bukan satu-satunya indikator tinggi-rendahnya partisipasi politik. Itulah sababnya peserta pemilu rendah di AS, Swiss, Turki dan Jamaica.
Makna Pemilihan.
Pemilihan menjadi berarti jika ia mengubah pemerintahan berdasarkan ketentuan bahwa partai pemenang menggantikan partai yang dikalahkan dalam pemiliham seperti di Amerika. Namun demikian bukan berarti bahwa tidak adanya perubahan pemerintahan adalah cermin dari keadaan tidak demokratis. Bisa jadi partai tertentu seperti LDP di Jepang terus-menerus memerintah. Hal ini bisa terjadi karena kepercayaan terhadap LDP sangat tinggi, sehingga terpilihnya partai lain justru menumbuhkan keraguan di pihak massa pemilih.
Stabilitas dan Efektifitas Pemerintahan .
Stabilitas pemerintahan parlementer diukur dari apakah ada perubahan komposisi partai politik di kabinet dan juga Perdana Menteri tidak berhenti secara paksa. Stabilitas pemerintahan presidensiil diukur dari kelangsungan presiden sekalipun kabinet mengalami perubahan. Akhir sebuah pemerintahan adalah bila terjadi pemilihan, atau masuk atau keluarnya sebuah partai dari kabinet, intervensi militer.
Efektifitas sistem parlementer lebih mudah diukur daripada sistem presidensiil. Dalam sistem parlementer, selama mayoritas parlemen tetap dikuasai kabinet maka pemerintahan tersebut stabil. Ditinjau dari ukuran ini maka AS tidak tergolong ke dalam pemerintahan yang efektif. Karena Konggres dikuasai partai lawan dalam jangka waktu lama.
Pemeliharaan Tatanan Politik:
Dalam rejim-rejim non demokratis sedikit sekali kesempatan untuk mengoreksi pemerintahan. Kritik dibatasi dalam bentuk petisi atau hanya boleh dilakukan oleh kalangan elit tertentu. Sementara itu konflik dan ketegangan politik cenderung ditekan semaksimal mungkin hingga mencapai titik terendah. Jika perlu digunakan kekerasan untuk melancarkan penekanan tersebut.
Dalam sistem demokrasi koreksi, konflik dan perbedaan pendapat disalurkan melalui lembaga pemilihan. Jadi melalui pemilihan koreksi terhadap pemerintah dapat dilakukan secara resmi oleh setiap warga negara dewasa.
Ukuran kegagalan tatanan politik.
Kegagalan tatanan politik dapat diukur antara lain dari indikator kerusuhan (riots), kematian (deaths) dan penundaaan peme-rintahan demokratis.
Kerusuhan adalah sejumlah besar warga negara beraksi di luar kontrol tanpa perencanaan dan merusak barang-barang penduduk. Amerika dan India tergolong ke dalam ranking tertihggi dalam hal kerusuhan. Kematian bisa terjadi akibat dari kerusuhan atau teroris berseniata. India dan Philipina menduduki ranking teratas dalam hal kematian karena kekerasan politik.
Penundaan/penghapusan sistem demokrasi dapat terjadi karena intervensi militer atau jika kegiatan politik dilarang oleh pemerintah atau pencabutan hak-hak sipil oleh rejim berkuasa.
Demokrasi berjalan dengan baik pada negara-negara yang penduduknya berukuran kecil, dengan tingkat pembangunan ekonomi yang tinggi serta homogenitas etnis. Sebaliknya, negara-negara besar lebih banyak diwarnai dengan kerusuhan dan kematian akibat dari kekerasan politik. Negara dengan pertumbuhan ekonomi rendah serta miskin umumnya juga banyak terjadi kekerasan dan kematian politik, tingkat partisipasinya rendah dan pemerintahannya tidak stabil.
Keterlibatan Warga Negara
Wajib memilih dan jumlah pencoblos negara-negara demokrasi yang menerapkan kewajiban memilih bagi warganya disertai dengan sangsi hukuman antara lain adalah Australia, Belgia, Belanda, Venezuela dan Costa Rica. Di negara-negara ini kewajiban mencoblos mengakibatkan jumlah pencoblos jauh lebih tinggi dari negara-negara yang tidak mewajibkan warga negaranya untuk mencoblos seperti Amerika misalnya. Sebaliknya Belanda yang berusaha untuk menghapus ketentuan tersebut menderita penurunan jumlah pencoblos. Sementara Uruguay dengan mengeluarkan ketentuan wajib memilih memperoleh hasil lebih banyak pencoblos dari pada sebelumnya.
Mobilisasi Partai
Di Eropa hubungan antara kelompok-kelompok di msyarakat dengan partai politik mempengaruhi jumlah pencoblos dalam pemilihan. Misalnya, petani lebih percaya dengan pemerintahan yang didominasi oleh partai "Rakyat". Sementara kalangan buruh lebih cenderung memilih pemerintahan dari partai "sosialis". Sebaliknya di negara-negara lain partai tergantung dari berbagai jenis dan lapisan masyarakat yang bersifat plural.
Konstitusi Dan Penampilan Politik.
Hubungan antara konstitusi dan penampilan politik terwujud dalam bentuk-bentuk sistem pemerintahan seperti sistem prasidensial dan parlementer.
Sistem Presidensial
Ciri utamanya adalah presiden (top executive) dipilih untuk suatu periode tertentu dan dilakukan melalui pemilihan langsung. Bentuk pemerintahan ini mumungkinkan stabilitas eksekutif.
Jika eksekutif dipilih secara langsung maka ia memiliki basis pemilih sendiri sehingga tidak tergantung pada badan legislatif. Dengan demikian presiden tidak mudah digulingkan oleh parlemen yang mungkin saja menguasai mayoritas parlemen. Namun demikian pemisahan secara tegas kekuasaan presiden (eksekutif) dengan kekuasaan legisistif sering menghalangi pelaksanaan program pemerintah. Khususnya jika parlemen tidak setuju dengan program pemerintah. Jika parlemen dikuasai oleh oposisi maka besar kemungkinan pemerintah akan menjadi pamerintah minoritas. Situasi dimana partai menguasai hak eksekutif maupun legislatif juga mungkin terjadi. Dalam keadaan seperti ini jelas bahwa eksekutif sangat dominan, dominasi eksekutif bukan tanpa bahaya. Karena eksekutif dominan jika terancam kelangsungan pemerintahannya dapat mengubah sistem demokrasi munjadi non demokrasi seperti di Philipina.
Sistem Parlementer
Sistem Parlementer cenderung lebih stabil dan efektif karena partai yang berkuasa di cabang eksekutif dapat mengendalikan pemerintah serta kebijaksanaan Kabinet misalnya dapat menggunakan kekuasaan pemerintah untuk memperkuat, posisi partai yang berkuasa
(Buletin Balitbang Dephan) Read More...
Minggu, 23 Maret 2008
Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.[1]
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan Oxford Manifesto dari Liberal International: "Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas Read More...
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan Oxford Manifesto dari Liberal International: "Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas Read More...
Demokrasi di Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan sebagai pemenang Pemilu
Read More...
Sejarah Demokrasi
Isitilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut. Read More...
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut. Read More...
Warganegara dalam suatu negara
Kewarganegaraan adalah anggota dalam sebuah komunitas politik (negara), dan dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam politik. Seseorang dengan keanggotaan tersebut disebut warga negara. Istilah ini secara umum mirip dengan kebangsaan, walaupun dimungkinkan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi bangsa dari suatu negara
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang berbeda dengan bentuk organisasi lain terutama karena hak negara untuk mencabut nyawa seseorang. Untuk dapat menjadi suatu negara maka harus ada rakyat, yaitu sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada
Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar.
Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara memiliki kerajang layanan yang berbeda bagi warganya.
Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan jaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan Undang-Undang haruslah dilakukan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula. Read More...
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang berbeda dengan bentuk organisasi lain terutama karena hak negara untuk mencabut nyawa seseorang. Untuk dapat menjadi suatu negara maka harus ada rakyat, yaitu sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada
Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar.
Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara memiliki kerajang layanan yang berbeda bagi warganya.
Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan jaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan Undang-Undang haruslah dilakukan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula. Read More...
Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). Read More...
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). Read More...
Sistem Politik
Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan mengubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter Read More...
Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter Read More...
Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.... Read More...
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.... Read More...
Warganegara dan Kewarganegaraan
KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
(Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1].)
WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah.
Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu. Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropah termasuk menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara. Oleh karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan. Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless).
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip ‘ius sanguinis’ yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya itu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah koloni dan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan cara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan yang normal, status kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan status kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii) kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini.
Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status kewarganegaraan Republik Indonesia. Keturunan mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warganegara asing yang ingin memperoleh status kewarganegaraan Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain. Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.
KEWARGANEGARAAN ORANG ‘CINA’ PERANAKAN
Orang-orang ‘Cina’ peranakan yang tinggal menetap turun temurun di Indonesia, sejak masa reformasi sekarang ini, telah berhasil memperjuangkan agar tidak lagi disebut sebagai orang ‘Cina’, melainkan disebut sebagai orang Tionghoa. Di samping itu, karena alasan hak asasi manusia dan sikap non-diskriminasi, sejak masa pemerintahan B.J. Habibie melalui Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi, seluruh aparatur pemerintahan telah pula diperintahkan untuk tidak lagi menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi untuk membedakan penduduk keturunan ‘Cina’ dengan warga negara Indonesia pada umumnya. Kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragaman etinisitas saja, seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Arab, Manado, Cina, dan lain sebagainya.
Karena itu, status hukum dan status sosiologis golongan keturunan ‘Tionghoa’ di tengah masyarakat Indonesia sudah tidak perlu lagi dipersoalkan. Akan tetapi, saya sendiri tidak begitu ‘sreg’ dengan sebutan ‘Tionghoa’ itu untuk dinisbatkan kepada kelompok masyarakat Indonesia keturunan ‘Cina’. Secara psikologis, bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, istilah ‘Tionghoa’ itu malah lebih ‘distingtif’ atau lebih memperlebar jarak antara masyarakat keturunan ‘Cina’ dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Apalagi, pengertian dasar istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri terdengar lebih tinggi posisi dasarnya atau bahkan terlalu tinggi posisinya dalam berhadapan dengan kelompok masyarakat di luar keturunan ‘Cina’. ‘Tiongkok’ atau ‘Tionghoa’ itu sendiri mempunyai arti sebagai negara pusat yang di dalamnya terkandung pengertian memperlakukan negara-negara di luarnya sebagai negara pinggiran. Karena itu, penggantian istilah ‘Cina’ yang dianggap cenderung ‘merendahkan’ dengan perkataan ‘Tionghoa’ yang bernuansa kebanggaan bagi orang ‘Cina’ justru akan berdampak buruk, karena dapat menimbulkan dampak psikologi bandul jam yang bergerak ekstrim dari satu sisi ekstrim ke sisi ekstrim yang lain. Di pihak lain, penggunaan istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri juga dapat direspons sebagai ‘kejumawaan’ dan mencerminkan arogansi cultural atau ‘superiority complex’ dari kalangan masyarakat ‘Cina’ peranakan di mata masyarakat Indonesia pada umumnya. Anggapan mengenai adanya ‘superiority complex’ penduduk keturunan ‘Cina’ dipersubur pula oleh kenyataan masih diterapkannya sistem penggajian yang ‘double standard’ di kalangan perusahaan-perusahaan keturunan ‘Cina’ yang mempekerjakan mereka yang bukan berasal dari etnis ‘Cina’. Karena itu, penggunaan kata ‘Tionghoa’ dapat pula memperkuat kecenderungan ekslusivisme yang menghambat upaya pembauran tersebut.
Oleh karena itu, mestinya, reformasi perlakuan terhadap masyarakat keturunan ‘Cina’ dan warga keturunan lainnya tidak perlu diwujudkan dalam bentuk penggantian istilah semacam itu. Yang lebih penting untuk dikembangkan adalah pemberlakuan sistem hukum yang bersifat non-diskriminatif berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, diiringi dengan upaya penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu, dan didukung pula oleh ketulusan semua pihak untuk secara sungguh-sungguh memperdekat jarak atau gap social, ekonomi dan politik yang terbuka lebar selama ini. Bahkan, jika mungkin, warga keturunanpun tidak perlu lagi menyebut dirinya dengan etnisitas yang tersendiri. Misalnya, siapa saja warga keturunan yang lahir di Bandung, cukup menyebut dirinya sebagai orang Bandung saja, atau lebih ideal lagi jika mereka dapat mengidentifikasikan diri sebagai orang Sunda, yang lahir di Madura sebut saja sebagai orang Madura. Orang-orang keturunan Arab yang lahir dan hidup di Pekalongan juga banyak yang mengidentifikasikan diri sebagai orang Pekalongan saja, bukan Arab Pekalongan.
Proses pembauran itu secara alamiah akan terjadi dengan sendirinya apabila medan pergaulan antar etnis makin luas dan terbuka. Wahana pergaulan itu perlu dikembangkan dengan cara asimiliasi, misalnya, melalui medium lembaga pendidikan, medium pemukiman, medium perkantoran, dan medium pergaulan social pada umumnya. Karena itu, di lingkungan-lingkungan pendidikan dan perkantoran tersebut jangan sampai hanya diisi oleh kalangan etnis yang sejenis. Lembaga lain yang juga efektif untuk menyelesaikan agenda pembauran alamiah ini adalah keluarga. Karena itu, perlu dikembangkan anjuran-anjuran dan dorongan-dorongan bagi berkembangnya praktek perkawinan campuran antar etnis, terutama yang melibatkan pihak etnis keturunan ‘Cina’ dengan etnis lainnya. Jika seandainya semua orang melakukan perkawinan bersilang etnis, maka dapat dipastikan bahwa setelah satu generasi atau setelah setengah abad, isu etnis ini dan apalagi isu rasial, akan hilang dengan sendirinya dari wacana kehidupan kita di persada nusantara ini.
PEMBARUAN UNDANG-UNDANG KEWARGANEGARAAN
Dalam rangka pembaruan Undang-Undang Kewarganegaraan, berbagai ketentuan yang bersifat diskriminatif sudah selayaknya disempurnakan. Warga keturunan yang lahir dan dibesarkan di Indonesia sudah tidak selayaknya lagi diperlakukan sebagai orang asing. Dalam kaitan ini, kita tidak perlu lagi menggunakan istilah penduduk asli ataupun bangsa Indonesia asli seperti yang masih tercantum dalam penjelasan UUD 1945 tentang kewarganegaraan. Dalam hukum Indonesia di masa datang, termasuk dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan, atribut keaslian itu, kalaupun masih akan dipergunakan, cukup dikaitkan dengan kewarganegaraan, sehingga kita dapat membedakan antara warganegara asli dalam arti sebagai orang yang dilahirkan sebagai warganegara (natural born citizen), dan orang yang dilahirkan bukan sebagai warganegara Indonesia.
Orang yang dilahirkan dalam status sebagai warganegara Republik Indonesia itu di kemudian hari dapat saja berpindah menjadi warganegara asing. Tetapi, jika yang bersangkutan tetap sebagai warganegara Indonesia, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Sebaliknya, orang yang dilahirkan sebagai warganegara asing juga dapat berubah di kemudian hari menjadi warganegara Indonesia, tetapi yang kedua ini tidak dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Dengan sendirinya, apabila hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) tentang calon Presiden yang disyaratkan orang Indonesia asli haruslah dipahami dalam konteks pengertian ‘Warga Negara Indonesia’ asli tersebut, sehingga elemen diskriminatif dalam hukum dasar itu dapat hilang dengan sendirinya. Artinya, orang yang pernah menyandang status sebagai warganegara asing sudah sepantasnya dianggap tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dengan demikian, dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan konsep hukum mengenai kewarganegaraan asli dan konsep tentang tata cara memperoleh status kewarganegaraan yang meliputi juga mekanisme registrasi seperti tersebut di atas, dapat dijadikan bahan pertimbangan yang pokok. Dengan begitu asumsi-asumsi dasar yang bersifat diskriminatif berdasarkan rasa dan etnisitas sama sekali dihilangkan dalam penyusunan rumusan hukum di masa-masa yang akan datang sesuai dengan semangat untuk memajukan hak asasi manusia di era reformasi dewasa ini.
________________________________________
[1] Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Read More...
(Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1].)
WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah.
Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu. Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropah termasuk menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara. Oleh karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan. Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless).
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip ‘ius sanguinis’ yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya itu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah koloni dan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan cara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan yang normal, status kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan status kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii) kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini.
Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status kewarganegaraan Republik Indonesia. Keturunan mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warganegara asing yang ingin memperoleh status kewarganegaraan Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain. Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.
KEWARGANEGARAAN ORANG ‘CINA’ PERANAKAN
Orang-orang ‘Cina’ peranakan yang tinggal menetap turun temurun di Indonesia, sejak masa reformasi sekarang ini, telah berhasil memperjuangkan agar tidak lagi disebut sebagai orang ‘Cina’, melainkan disebut sebagai orang Tionghoa. Di samping itu, karena alasan hak asasi manusia dan sikap non-diskriminasi, sejak masa pemerintahan B.J. Habibie melalui Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi, seluruh aparatur pemerintahan telah pula diperintahkan untuk tidak lagi menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi untuk membedakan penduduk keturunan ‘Cina’ dengan warga negara Indonesia pada umumnya. Kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragaman etinisitas saja, seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Arab, Manado, Cina, dan lain sebagainya.
Karena itu, status hukum dan status sosiologis golongan keturunan ‘Tionghoa’ di tengah masyarakat Indonesia sudah tidak perlu lagi dipersoalkan. Akan tetapi, saya sendiri tidak begitu ‘sreg’ dengan sebutan ‘Tionghoa’ itu untuk dinisbatkan kepada kelompok masyarakat Indonesia keturunan ‘Cina’. Secara psikologis, bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, istilah ‘Tionghoa’ itu malah lebih ‘distingtif’ atau lebih memperlebar jarak antara masyarakat keturunan ‘Cina’ dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Apalagi, pengertian dasar istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri terdengar lebih tinggi posisi dasarnya atau bahkan terlalu tinggi posisinya dalam berhadapan dengan kelompok masyarakat di luar keturunan ‘Cina’. ‘Tiongkok’ atau ‘Tionghoa’ itu sendiri mempunyai arti sebagai negara pusat yang di dalamnya terkandung pengertian memperlakukan negara-negara di luarnya sebagai negara pinggiran. Karena itu, penggantian istilah ‘Cina’ yang dianggap cenderung ‘merendahkan’ dengan perkataan ‘Tionghoa’ yang bernuansa kebanggaan bagi orang ‘Cina’ justru akan berdampak buruk, karena dapat menimbulkan dampak psikologi bandul jam yang bergerak ekstrim dari satu sisi ekstrim ke sisi ekstrim yang lain. Di pihak lain, penggunaan istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri juga dapat direspons sebagai ‘kejumawaan’ dan mencerminkan arogansi cultural atau ‘superiority complex’ dari kalangan masyarakat ‘Cina’ peranakan di mata masyarakat Indonesia pada umumnya. Anggapan mengenai adanya ‘superiority complex’ penduduk keturunan ‘Cina’ dipersubur pula oleh kenyataan masih diterapkannya sistem penggajian yang ‘double standard’ di kalangan perusahaan-perusahaan keturunan ‘Cina’ yang mempekerjakan mereka yang bukan berasal dari etnis ‘Cina’. Karena itu, penggunaan kata ‘Tionghoa’ dapat pula memperkuat kecenderungan ekslusivisme yang menghambat upaya pembauran tersebut.
Oleh karena itu, mestinya, reformasi perlakuan terhadap masyarakat keturunan ‘Cina’ dan warga keturunan lainnya tidak perlu diwujudkan dalam bentuk penggantian istilah semacam itu. Yang lebih penting untuk dikembangkan adalah pemberlakuan sistem hukum yang bersifat non-diskriminatif berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, diiringi dengan upaya penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu, dan didukung pula oleh ketulusan semua pihak untuk secara sungguh-sungguh memperdekat jarak atau gap social, ekonomi dan politik yang terbuka lebar selama ini. Bahkan, jika mungkin, warga keturunanpun tidak perlu lagi menyebut dirinya dengan etnisitas yang tersendiri. Misalnya, siapa saja warga keturunan yang lahir di Bandung, cukup menyebut dirinya sebagai orang Bandung saja, atau lebih ideal lagi jika mereka dapat mengidentifikasikan diri sebagai orang Sunda, yang lahir di Madura sebut saja sebagai orang Madura. Orang-orang keturunan Arab yang lahir dan hidup di Pekalongan juga banyak yang mengidentifikasikan diri sebagai orang Pekalongan saja, bukan Arab Pekalongan.
Proses pembauran itu secara alamiah akan terjadi dengan sendirinya apabila medan pergaulan antar etnis makin luas dan terbuka. Wahana pergaulan itu perlu dikembangkan dengan cara asimiliasi, misalnya, melalui medium lembaga pendidikan, medium pemukiman, medium perkantoran, dan medium pergaulan social pada umumnya. Karena itu, di lingkungan-lingkungan pendidikan dan perkantoran tersebut jangan sampai hanya diisi oleh kalangan etnis yang sejenis. Lembaga lain yang juga efektif untuk menyelesaikan agenda pembauran alamiah ini adalah keluarga. Karena itu, perlu dikembangkan anjuran-anjuran dan dorongan-dorongan bagi berkembangnya praktek perkawinan campuran antar etnis, terutama yang melibatkan pihak etnis keturunan ‘Cina’ dengan etnis lainnya. Jika seandainya semua orang melakukan perkawinan bersilang etnis, maka dapat dipastikan bahwa setelah satu generasi atau setelah setengah abad, isu etnis ini dan apalagi isu rasial, akan hilang dengan sendirinya dari wacana kehidupan kita di persada nusantara ini.
PEMBARUAN UNDANG-UNDANG KEWARGANEGARAAN
Dalam rangka pembaruan Undang-Undang Kewarganegaraan, berbagai ketentuan yang bersifat diskriminatif sudah selayaknya disempurnakan. Warga keturunan yang lahir dan dibesarkan di Indonesia sudah tidak selayaknya lagi diperlakukan sebagai orang asing. Dalam kaitan ini, kita tidak perlu lagi menggunakan istilah penduduk asli ataupun bangsa Indonesia asli seperti yang masih tercantum dalam penjelasan UUD 1945 tentang kewarganegaraan. Dalam hukum Indonesia di masa datang, termasuk dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan, atribut keaslian itu, kalaupun masih akan dipergunakan, cukup dikaitkan dengan kewarganegaraan, sehingga kita dapat membedakan antara warganegara asli dalam arti sebagai orang yang dilahirkan sebagai warganegara (natural born citizen), dan orang yang dilahirkan bukan sebagai warganegara Indonesia.
Orang yang dilahirkan dalam status sebagai warganegara Republik Indonesia itu di kemudian hari dapat saja berpindah menjadi warganegara asing. Tetapi, jika yang bersangkutan tetap sebagai warganegara Indonesia, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Sebaliknya, orang yang dilahirkan sebagai warganegara asing juga dapat berubah di kemudian hari menjadi warganegara Indonesia, tetapi yang kedua ini tidak dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Dengan sendirinya, apabila hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) tentang calon Presiden yang disyaratkan orang Indonesia asli haruslah dipahami dalam konteks pengertian ‘Warga Negara Indonesia’ asli tersebut, sehingga elemen diskriminatif dalam hukum dasar itu dapat hilang dengan sendirinya. Artinya, orang yang pernah menyandang status sebagai warganegara asing sudah sepantasnya dianggap tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dengan demikian, dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan konsep hukum mengenai kewarganegaraan asli dan konsep tentang tata cara memperoleh status kewarganegaraan yang meliputi juga mekanisme registrasi seperti tersebut di atas, dapat dijadikan bahan pertimbangan yang pokok. Dengan begitu asumsi-asumsi dasar yang bersifat diskriminatif berdasarkan rasa dan etnisitas sama sekali dihilangkan dalam penyusunan rumusan hukum di masa-masa yang akan datang sesuai dengan semangat untuk memajukan hak asasi manusia di era reformasi dewasa ini.
________________________________________
[1] Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Read More...
Langganan:
Postingan (Atom)